Page 7 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 7
Sepi begitu menekan, sehingga aku dapat mendengar denyut jantungku sendiri.
"Ah, tidak. Aku takkan membaca telegram ini. Aku takut kegembiraanku akan
meledakkan hatiku. Kaubacakan buatku. Bacakan pelan-pelan. Biar sepatah demi
sepatah bisa menjalari segala saraf sarafku," kata Ompi dengan terputus-putus.
Dalam kegugupan kususun sebuah taruhan jiwa dan sesalam bagi selama hidupku. Akan
kukarang kisah yang menyenangkan hatinya. Tapi telegram itu tak diberikannya
padaku. Masih terletak pada dekapan dadanya. Sedangkan bibirnya membariskan
senyum, serta matanya menyinarkan cahaya yang cemerlang.
"Tak usah dibacakan. Takkan sanggup aku mendengarnya. Aku akan mati lemas oleh
kebahagiaan yang datang bergulung ini. Aku mau sehat. Mau kuat dulu. Sehingga
ledakan kegembiraan ini tak membunuhku. Panggilkan dokter. Panggilkan. Biar aku
jadi segar bugar pada waktu anakku, Dokter Indra Budiman, datang. Pergilah.
Panggilkan dokter," kata Ompi dengan gembira.
Dan telegram itu dibawa ke bibirnya. Diciumnya dengan mesra. Lama diciumnya seraya
matanya memicing. Selama tangannya sampai terkulai dan matanya terbuka setelah
kehilangan cahaya. Dan telegram itu jatuh dan terkapar di pangkuannya.
Angin Dari Gunung
Sejauh mataku memandang, sejauh aku memikir, tak sebuah jua pun mengada.
Semuanya mengabur, seperti semua tak pernah ada. Tapi angin dari gunung itu
berembus juga. Dan seperti angin itu juga semuanya lewat tiada berkesan. Dan aku
merasa diriku tiada.
Dan dia berkata lagi. Lebih lemah kini, "Kau punya istri sekarang, anak juga. Kau
berbahagia tentu."
"Aku sendiri sedang bertanya."
"Tentu. Karena tiap orang tak tahu kebahagiaannya. Orang cuma tahu kesukarannya
saja."
Dan dia diam lagi. Kami diam. Angin dari gunung datang lagi menerpa mukaku. Dan
kemudian dia berkata lagi. "Sudah lima tahun, ya? Ya. Lima tahun kawin dan punya
anak."
Aku masih tinggal dalam diamku. Aku kira dia bicara lagi.
"Kau cinta pada istrimu tentu."
"Anakku sudah dua."
"Ya. Sudah dua. Kau tentu sayang pada mereka. Mereka juga tentunya. Dan kau tentu
bahagia."