Page 12 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 12

bergoyang dan menari ria itu, angin itu juga yang meniup aku, meniup Nun, dan
                   meniup gadis kecil itu.


                                                     Bayang Bayang



                   Si Dali bukan orang biasa. Sudah jadi tokoh. Bahkan tokoh luar biasa. Hidupnya selalu
                   dalam cahaya yang bersinar terang. Gemerlap dengan warna-warni yang aduhai
                   indahnya. Lebih dari pelakon utama di atas panggung sandiwara.

                   Karena pelakon Julius Casar, atau King Lear, atau Macbeth hanya gemerlap pada
                   sebatas bidang panggung. Apalagi bila layar panggung telah turun atau di luar gedung
                   sandiwara para pelakon kembali jadi manusia biasa. Adakalanya mereka menjadi
                   seperti orang kere yang selesai melakonkan Gatotkaca pada wayang wong masa lalu.
                   Sedangkan Si Dali berada seperti pada panggung dunia yang tak lagi dibatasi oleh
                   sepadan negara. Kata orang, Si Dali jadi begitu karena dia tidak pernah hidup dalam
                   kegelapan. Kegelapan malam maupun kegelapan siang. Artinya dia hidup selalu dalam
                   terang benderang, penuh cahaya.

                   Makanya Si Dali terus diiringi bayang-bayang. Bayang- bayang yang banyak. Ada yang
                   pendek ada yang panjang, ada yang gemuk ada yang kurus. Tentu saja kemanapun dia
                   pergi selalu diiringi bayang-bayang. Karena memang bayang-bayang itu bayang-
                   bayangnya sendiri. Sebagai bayang-bayang, bayang-bayang itu senantiasa meniru apa
                   saja yang dilakukan Si Dali. Baik Si Dali makan atau tidur, jalan-jalan atau berzina.


                   Tak sekalipun bayang-bayang itu terpisah dari dia. Dan Si Dali yakin benar, bayang-
                   bayang itu ada karena dia.

                   Tanpa dia, bayang-bayang itu semua sirna. Karena itu semua bayang-bayang
                   memerlukannya. Sangat memerlukannya. Berbeda dengan orang lain, yang tidak
                   pernah peduli dengan bayang- bayangnya sendiri. Karena mereka suka hidup bergelap-
                   gelap di tempat gelap. Seolah-olah bayang-bayang tidak menjadi makhluk penting.
                   "Bayangkan", kata Si Dali pada bayang- bayangnya sendiri ketika dia lagi nongkrong di
                   closet: "Jenis manusia apa yang hidup tanpa bayang-bayang, selain manusia gelap yang
                   suka bergelap-gelap?"

                   Si Dali juga membiarkan bayang-bayang menirukan dengan amat persis apa saja yang
                   dilakukan Si Dali. Apa salahnya bilamana semua bayang-bayang itu meniru apa yang
                   dilakukannya. Karena peniruan tidak merugikannya. Bagaimana pun persisnya peniruan
                   itu, satu hal yang tidak akan diperoleh bayang-bayang, yaitu serba kenikmatan yang
                   diregup Si Dali. "Tirulah oleh kalian serba apa yang aku lakukan, tapi jangan coba-coba
                   berkhayal akan ikut menikmati apa yang aku regup. Karena serba kenikmatan bukan
                   hak kalian. Itulah adalah aksioma."

                   Kegemerlapan hidup Si Dali yang terang-benderang itu sampai juga ke telinga istana.
                   Lalu raja memanggil perdana menteri dan menanyainya.

                   "Benar, Paduka." jawab perdana menteri, yang tahu benar kemana ujung ceritanya.
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17