Page 17 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 17
"Aku? Aku mencoba menikmati hidup di dunia nyata seperti manusia. Aku kira meski
aku palsu akan lebih baik daripada bayang-bayang. Tapi tidak satu pun nikmat yang
aku dapat." kata bayang-bayang raja yang memakai tubuh Si Dali. "Kemudian aku
yakin, bahwa aku hanya bayang-bayang. Tidak mungkin hidup sebagai manusia yang
utuh. Lalu aku mencari kamu untuk bertukar tempat kembali, agar aku bisa hidup
menurut kodratku sendiri. Berhari-hari aku mencari kamu. Kemana saja kamu?"
"Aku juga mencari kamu agar aku bisa kembali ke duniaku lagi." kata Si Dali.
"Terlambat sudah."
"Terlambat?"
"Raja sudah Wafat. Di kubur atau di neraka raja tidak perlu bayang-bayang. Bagaimana
aku kembali jadi diriku, sebagaimana kamu bisa kembali jadi jati dirimu? Akan jadi
apa aku dengan tubuhmu. Tidak akan jadi apa-apa, tahu?" kata bayang-bayang raja
yang mamakai jasad Si Dali. Terasa mengenaskan suaranya.
"Ayo, kita berganti jadi jati diri kita sendiri lagi." kata Si Dali.
"Aku mau. Tapi tak mungkin aku kembali jadi bayang- bayang raja karena raja sudah
wafat."
"Artinya?"
"Tidak mungkin itu. Sebagai Si Dali kau telah kehilangan bayang-bayangmu sendiri.
Bayang-bayangmu takkan kau peroleh lagi karena dia lebih suka hidup di istana."
"Maksudmu?"
"Ya, setiap bayang-bayang berbakat demikian."
"Aku tidak perlu bayang-bayang. Aku hanya perlu diriku sendiri."
Lawan Si Dali menggelengkan kepala. "Kau tidak berarti apa-apa tanpa bayang-
bayang."
"Sekarang aku ini jadi apa?" tanya Si Dali yang bayang- bayang.
"Mendingan dari aku yang jadi manusia palsu." kata ba yang-bayang yang jadi Si Dali.
Si Dali yang perjalanan hidup pernah gemerlapan begitu terpana dan terus terpana
entah sampai apabila dan hingga kemana.
10 November 1999
Dari Masa ke Masa