Page 48 - Mahmud dan Sawah Ajaib
P. 48
Begitu sampai di sawah, Da Limah berujar senang,
“Alhamdulillah, Bang, padi kita hasil panennya melimpah.
Tidak sia-sia jerih payah kita selama ini.”
“Syukurlah, mudah-mudahan hasilnya juga bisa
melunasi utang-utang kita,” sahut Lem Mahmud
tersenyum senang kepada istrinya. “Selain itu, kita juga
harus menyisihkan sedikit hasil panen padi untuk mereka
yang berhak, seperti kata nasihat leluhur kita watee
keumeukoh bek preh dilee, zakeut ngon utang bek payah
tunggee ‘masa panen (potong padi) harus disegerakan,
zakat dengan utang jangan sampai ditagih’,” kata Lem
Mahmud menambahkan.
Sebenarnya meski miskin, Lem Mahmud sangat
keberatan berutang. Ia khawatir, jika tidak sanggup
melunasinya akan membebani keluarga mereka. Makanya,
ketika makanan tidak mencukupi untuk makan tiga kali
sehari, ia sering mengajak istrinya berpuasa. Selain
berpahala, berpuasa juga menyehatkan tubuh bagi yang
melakukannnya.
Sejenak kemudian, Lem Mahmud sudah turun ke
sawahnya, begitu juga Da Limah. Satu demi satu tangkai-
tangkai padi itu disabitnya, lalu diikat dan disusun satu
per satu. Di bawah terik matahari, keringat Lem Mahmud
bercucuran, begitu juga dengan Da Limah, tetapi mereka
tidak memedulikannya. Setelah beberapa waktu lamanya
36