Page 243 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 243

BAB

                                     IX SASTRA MINANG KLASIK














                        Alam  berkomunikasi,  masyarakat  Minangkabau  lebih
                  cendrung  memakai  kalimat  tidak  langsung,  kalimat  berkias

                  terselubung.  Barang  kali  orang  lain  rumit  memahaminya

                  sesuai dengan konteks yang dimaksud si pembicara. Ada yang
                  menamakannya  sebagai  kalimat  “klise”  layaknya  selembar

                  negatif  film  gambar,  dimana  warna  aslinya  hitam  berubah

                  putih, sebaliknya warna putih terlihat hitam setelah diprint.
                  Dia  menjadi  multi  tafsir  tergantung  kepada  pokok

                  permasalahan yang sedang di perbincangkan. Ditemui banyak

                  bentuk dan jenis yang terhimpun dalam sastra Minang klasik
                  Ada  yang  bernama  Pidato,  Pasambahan,  Gurindam,  Pantun,

                  Kacikak, Cimeeh, Pepatah dan banyak lagi.


                        A. PIDATO.

                        Umumnya  di  Minangkabau,  apabila  seorang  pemuda

                  sudah  menikah  dia  akan  dianugerahi  gelar  pusaka  dari
                  kaumnya.  Itulah  sebuah  simbol  pengakuan  masyarakat  atas

                  status barunya sebagai kepala rumah tangga yang sudah duduk

                  sama rendah tegak sama tinggi dalam pergaulan umum. Sejak
                  itu dia berhak dipanggilkan dengan gelarnya tersebut. Akan

                  menjadi  rendah  martabatnya  manakala  disebutkan  nama
                  kecilnya saja dan itu dianggap sebagai pelecehan. Maka oleh

                  sebab itu, mamaknya si marapulai akan mengumumkan gelar

                  pusaka lewat pidato pengukuhan.






                       214
                                  Yus Dt. Parpatih
   238   239   240   241   242   243   244   245   246   247   248