Page 16 - E-Book Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
P. 16
E-Book Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 2021
pemikiran. Kubu pertama adalah mereka yang melihat multikulturalisme sebagai ideologi politis
yang memiliki nilai-nilai positif. Adapun kelompok yang lain adalah mereka yang bersikap kritis dan
cenderung antagonis terhadap ide multikulturalisme.
Bagaimana pandangan multikulturalisme yang berkembang di Indonesia? Di Indonesia,
mulktikulturalisme bukan sekadar wacana filsafat dan politik yang diperdebatkan di lingkungan
akademik dan dituangkan dalam jurnal ilmiah. Multikulturalisme juga bukan sekadar pemikiran
yang dituangkan dalam kebijakan. Lebih dari itu, multikulturalisme adalah perjumpaan orang
dengan orang (antarmanusia) yang berasal dari berbagai latar belakang berbeda termasuk di
dalamnya agama. Sebuah perjumpaan dan pergaulan yang menyenangkan, di mana
perbedaan budaya dan lainnya dipahami, dialami, dan dihargai. Namun, ada saat ketika
multikulturalisme dimasukkan ke dalam kontestasi politik dan dijadikan komoditi politik, potensi
konflik muncul.
2. Multikultur di Zaman Perjanjian Baru
Budaya bangsa Israel di zaman Perjanjian Baru dipengaruhi oleh warna- warni budaya dari
beberapa bangsa yang pernah menjajah Israel, seperti Persia, Yunani, dan Romawi. Secara khusus,
saat itu bangsa Israel yang tersebar di luar Yerusalem sebagai pusat aktivitas rohani membawa
mereka pada konsep eksklusivisme sebagai umat pilihan Allah. Pada zaman Tuhan Yesus, Dia
membawa pemikiran baru tentang pentingnya inklusivisme. Yesus tidak menutup diri dari
kemajemukan kebudayaan. Yesus tidak memandang latar belakang budaya, suku, dan ras. Ia
berkenan menerima semua orang dalam pergaulan multikultural. Ketika seorang perempuan
Kanaan hendak meminta tolong (Matius 15:21-28) dan seorang perwira Roma meminta
kesembuhan (Lukas 7:1-10), Yesus menjawab kebutuhan mereka dan menolong mereka.
Menunjukkan bahwa Yesus sendiri menghargai keberagaman dan perbedaan budaya.
Dalam Perjanjian Baru, jemaat multikultural secara eksplisit dicatat dalam Kisah Para Rasul
2:41-47 sebagai orang-orang yang berasal dari berbagai daerah dan berbagai budaya yang
mendengarkan khotbah Petrus. Pada waktu itu ada tiga ribu orang bertobat dan mereka
menjadi model gereja pertama. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi masalah antara jemaat
yang berbudaya Yunani dan Yahudi. Perbedaan budaya antara Yahudi dan Yunani menimbulkan
banyak persoalan dalam beberapa jemaat, seperti di Roma dan di Korintus. Perpecahan dan
perselisihan tersebut timbul hanya karena kebiasaan-kebiasaan jemaat (1 Korintus 11).
Namun, Paulus menegaskan bahwa sekarang tidak ada lagi orang Yunani atau Yahudi, tidak ada
orang bersunat maupun tidak bersunat, tidak ada budak atau orang merdeka. Semua orang
sama di hadapan Allah, semua menjadi satu jemaat dimana kepalanya adalah Yesus Kristus.
B. Gereja dan Multikulturalisme
Multikultur bukanlah sesuatu yang asing bagi gereja-gereja di Asia pada umumnya dan
gereja-gereja di Indonesia. Keberagaman suku, bangsa, budaya, adat istiadat, serta berbagai
kebiasaan telah turut mewarnai perjalanan gereja- gereja di Asia dan Indonesia. Menurut pakar
sosiologi, tidak ada wilayah yang amat beragam seperti di Asia. Masyarakat Asia adalah
masyarakat yang multikultur, demikian pula Indonesia.
Multikulturalisme adalah anugerah Allah. Meskipun demikian, multi- kulturalisme dapat
menjadi akar konflik dan perpecahan ketika multikulturalisme di politisasi. Hal ini terjadi misalnya