Page 18 - E-Book Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
P. 18
E-Book Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 2021
PERTEMUAN
Gereja dan Multikulturalisme
Bahan Alkitab: Efesus 2: 11-21, Galatia 3: 26-28
A. Multikulturalisme dan Sinkretisme
Misi Allah hendaknya ditempatkan dalam konteks masyarakat di mana gereja sebagai
lembaga dan umat Allah ada dan hidup. Dalam kaitannya dengan pendapat tersebut, kita pernah
mengalami masa-masa suram ketika para penginjil Barat datang dengan superioritas budaya
Barat yang memberangus semua kekayaan budaya lokal yang ada di Indonesia. Ketakutan
terhadap sinkretisme (penyembahan berhala) dan sikap superioritas telah melahirkan tindakan
yang menurut mereka merupakan pembersihan terhadap sinkretisme dan upaya untuk
“memurnikan” Injil. Bukankah para penginjil, para pemberita yang hidup baik di zaman Perjanjian
Lama maupun Perjanjian Baru juga turut dibentuk oleh budaya setempat pada masa itu?
Contohnya aturan mengenai kaum perempuan yang tidak boleh beribadah dengan rambut
terurai dan harus menutupi kepalanya, (1 Timotius 2:8-15). Artinya, Injil tidak terlepas dari
konteks budaya.
Oleh karena itu, sepakat dengan Daniel Thiagarajah yang dikutip oleh Antone S. Hope di atas,
misi Allah harus ditempatkan dalam konteks kehidupan setempat. Itulah yang tengah
dikembangkan oleh gereja-gereja di Indonesia. Dibutuhkan upaya dan kerja keras dalam
menjalankan misi Allah di tengah masyarakat multikultur dan membangun pemahaman
multikulturalisme. Ada kekhawatiran seolah-olah jika gereja turut memperjuangkan
multikulturalisme maka gereja jatuh ke dalam sinkretisme. Multikulturalisme bukanlah sinkretisme
karena multikulturalisme tidak mengorbankan misi Allah. Bahkan, melalui multikulturalisme misi
Allah lebih dipertegas lagi, terutama ketika Allah mengatakan pada Abraham “karena Engkau maka
segala bangsa di muka bumi akan diberkati”. Memperkuat pernyataan itu, kita dapat mengacu
pada Kitab Efesus 2:11-21, Galatia 3:26-28 bahwa di dalam Yesus tidak ada orang Yahudi
maupun orang Yunani, tidak ada budak maupun orang merdeka; kita semua adalah satu di dalam
Yesus Kristus.
B. Belajar dari Yesus
Yesus menjadikan multikultur sebagai wacana perjumpaan antarmanusia yang dapat
bergaul dan bekerja sama dalam kasih. Mengenai sikap Yesus, kita dapat mencatat beberapa
pokok pikiran dari Hope S. Antone dalam kaitannya dengan multikulturalisme. Antara lain:
1. Kesetiaan Yesus ditujukan kepada Allah bukan kepada institusi maupun praktik agama
yang sudah mapan. Konsekuensi dari sikap itu adalah Ia mengasihi manusia tanpa
kecuali. Kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian amat penting bagi-Nya. Itulah cara