Page 26 - adab-bersin
P. 26

Sebelum menikah, istriku memang pernah meminta malam pertama hingga ke sepuluh agar
               aku membacakan hafalan Qur’an tiap malam satu juz. Dan permintaan itu telah aku setujui.
               “Nanti  saja  dalam  qiyamullail,”  jawab  istriku,  masih  dalam  tunduknya.  Wajahnya  yang
               berbalut  kerudung  putih,  ia  sembunyikan  dalam-dalam.  Saat  kuangkat  dagunya,  ia  seperti
               ingin  menolak.  Namun  ketika  aku  beri  isyarat  bahwa  aku  suaminya  dan  berhak  untuk
               melakukan itu , ia menyerah.

                       Kini  aku  tertegun  lama.  Benar  kata  ibu  ..bahwa  wajah  istriku  ‘tidak  menarik’.
               Sekelebat pikiran itu muncul ….dan segera aku mengusirnya.

               Matanya berkaca-kaca menatap lekat pada bola mataku.


                       “Bang,  sudah  saya  katakan  sejak  awal  ta’aruf,  bahwa  fisik  saya  seperti  ini.  Kalau
               Abang  kecewa,  saya  siap  dan  ikhlas.  Namun  bila  Abang  tidak  menyesal  beristrikan  saya,
               mudah-mudahan  Allah  memberikan  keberkahan  yang  banyak  untuk  Abang.  Seperti
               keberkahan  yang  Allah  limpahkan  kepada  Ayahnya  Imam  malik  yang  ikhlas  menerima
               sesuatu yang tidak ia sukai pada istrinya. Saya ingin mengingatkan Abang akan firman Allah
               yang  dibacakan  ibunya  Imam  Malik  pada  suaminya  pada  malam  pertama  pernikahan
               mereka,” …


               Dan bergaullah dengan mereka (istrimu) dengat patut (ahsan). Kemudian bila kamu
               tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
               sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya kebaikan yang banyak.”(QS An-Nisa:19)

                       Mendengar tutur istriku, kupandangi wajahnya yang penuh dengan air mata itu lekat-
               lekat. Aku teringat kisah suami yang rela menikahi seorang wanita yang memiliki cacat itu.
               Dari rahim wanita itulah lahir Imam Malik, ulama besar ummat Islam yang namanya abadi
               dalam sejarah.


               “Ya Rabbi aku menikahinya karena Mu. Maka turunkanlah rasa cinta dan kasih
               sayang milikMu pada hatiku untuknya. Agar aku dapat mencintai dan menyayanginya
               dengan segenap hati yang ikhlas.”

                       Pelan  kudekati  istriku.  Lalu  dengan  bergetar,  kurengkuh  tubuhya  dalam  dekapku.
               Sementara, istriku menangis tergugu dalam wajah yang masih menyisakan segumpal ragu.

                       “Jangan memaksakan diri untuk ikhlas menerima saya, Bang. Sungguh… saya siap
               menerima keputusan apapun yang terburuk,” ucapnya lagi.

                       “Tidak…De’.  Sungguh  sejak  awal  niat  Abang  menikahimu  karena  Allah.  Sudah
               teramat bulat niat itu. Hingga Abang tidak menghiraukan ketika seluruh keluarga memboikot
               untuk tak datang tadi pagi,” paparku sambil menggenggam erat tangannya.

                       Malam  telah  naik  ke  puncaknya  pelan-pelan.  Dalam  lengangnya  bait-bait  do’a
               kubentangkan pada Nya.


               “Robbi, tak dapat kupungkiri bahwa kecantikan wanita dapat mendatangkan cinta
               buat laki-laki. Namun telah kutepis memilih istri karena rupa yang cantik karena aku
               ingin mendapatkan cinta-Mu. Robbi saksikanlah malam ini akan kubuktikan bahwa




                                                           26
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31