Page 16 - lay out cerita 2.pmd
P. 16

Wajahnya gelisah memandang tebing. Murai coba
            meredakan.
                “Percayalah,” ucapnya singkat.
                Kemudian, mereka menyatukan beberapa sulur. Di
            ujungnya, cabang kayu terikat kuat. Rondok mengambil
            ancang-ancang.
                Lemparan pertama gagal. Baru dilemparan ketiga berhasil.
            Sulur melilit batang kayu dengan sempurna.
                Rondok pertama memanjat. Setelah memeriksa batang
            kayu, ia makin yakin. Bonsu berikutnya.   Murai dan Rondok
            terus memberikan semangat. Saat giliran Murai, ia memanjat
            dengan ligat.
                Batang kayu kedua lebih susah. Namun, Rondok berhasil.
            Ia menghentakkan sulur. Bulir batu berjatuhan.
                “Perlahan saja, Kak,” kata Murai.
                Rondok memanjat lebih hati-hati. Bonsu memejamkan
            mata ketika memanjat. Ia sampai dengan peluh dingin
            membasahi tubuh.
                Saat Murai setengah jalan, Elang berkulik. Tidak satu, tapi
            dua. Elang putih dengan tubuh besar. Keduanya terbang
            mengelilingi batang kayu.
                Murai terus memanjat. Elang mulai mendekati dirinya.
            Batang kayu bergoyang. Bonsu melihat sarang elang di ujung
            cabang. Ia menyentuh Rondok lalu menunjuk sarang.
                “Tahan,” teriak Rondok pada Murai.         “Jangan buat
            gerakan berlebihan. Sarang itu bisa jatuh.”
                Murai melihat ke sarang elang. Pantas, tukas Murai dalam
            hati. Lalu, ia memandang elang itu. Tanpa sadar, ia berucap,
            “Kami tak akan menyakiti anak kalian.”
                Elang mengepakkan sayap. Menahan tubuhnya di udara.
            Ia memandang Murai. Matanya berkedip. Lalu, terbang
            menjauh.
                Murai menghembuskan nafas lega. Ia terus memanjat.


            8
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21