Page 9 - Proyek E-Book Interaktif 1
P. 9

contoh hadirnya perusahaan Jepang yang memiliki kaitan dengan militer. Kekhawatiran
                       pemerintah kolonial semakin menjadi-jadi ketika Jepang mulai meminta konsesi-konsesi
                       di  Hindia  Belanda  seperti  konsesi  penebangan  kayu  dan  konsesi  penangkapan  ikan.
                       Kekhawatiran pemerintah kolonial disebabkan bahwa beberapa konsepsi yang diajukan
                       oleh  Jepang  sebenarnya  kurang  menguntungkan  dari  segi  ekonomi,  namun
                       menguntungkan untuk menanamkan pengaruh dan mencari tahu mengenai keadaan di
                       Hindia Belanda. Kekhawatiran pemerintah kolonial kemudian mendorong  pemerintah
                       kolonial untuk membuat regulasi yang membatasi pengaruh ekonomi Jepang. Regulasi
                       yang  dibuat  oleh  pemerintah  kolonial  meliputi  pengurangan  imigrasi  buruh  Jepang,
                       membatasi  pelayaran  bagi  perusahaan  Jepang  dan  menambah  monopoli  bagi  KPM,
                       pembatasan impor dari Jepang dan pelarangan penangkapan ikan oleh pihak asing di
                       perairan Hindia Belanda. Keputusan pemerintah kolonial tentu saja menyebabkan aksi
                       protes  dari  pihak  Jepang,  sehingga  pada  tahun  1934  antara  pemerintah  kolonial  dan
                       Jepang bersepakat untuk melakukan perundingan.
                              Perundingan tahun 1934 dihadiri oleh Haruchi Nagaoka dari pihak Jepang dan
                       Meyer Ranneft dari pihak Hindia Belanda. Hal menarik yang terdapat dalam pertemuan
                       ini adalah mulai terlihatnya ambisi politik Jepang dalam menciptakan kemakmuran di
                       Asia Timur Raya. Pihak kolonial pun menyebut kedatangan Jepang tidak dimaksudkan
                       untuk merundingkan perdagangan, melainkan membicarakan mengenai politik. Tak lama
                       Jepang  mengirimkan  nota  kepada  pemerintah  kolonial  mengenai  penghapusan
                       pembatasan-pembatasan  yang  diterapkan  oleh  pemerintah  kolonial,  namun  pihak
                       pemerintah  kolonial  menolak  dan  mengajukan  usul  mengenai  pengaturan  pembelian
                       tekstil dan gula. Pemerintah kolonial menawarkan kesepakatan kepada Jepang dimana
                       pihak Jepang diwajibkan membeli gula dan tekstil dari Hindia Belanda, sebagai gantinya
                       Jepang  bebas  melakukan  ekspor  ke  Hindia  Belanda  dalam  jangka  waktu  lima  tahun.
                       Perundingan tahun 1934 gagal mencapai kesepakatan diakibatkan pemerintah kolonial
                       berpegang teguh pada prinsip melindungi ekonominya dan hanya mau membicarakan
                       mengenai penjualan tekstil dan gula, praktis pemerintah kolonial menolak semua nota
                       yang diusulkan oleh Jepang. Secara tidak sadar, akibat pemerintahan de Jonge yang gagal
                       membaca  situasi  diplomasi  pada  waktu  itu,  aksi  penolakan  yang  dilakukan  telah
                       menimbulkan bahaya di kemudian hari.
                   b.  Birokrasi Pada Masa Pemerintahan de Jonge
                              Kepemimpinan  de  Jonge  diwarnai  dengan  penguatan  kembali  birokrasi  yang
                       didominasi  oleh  Binnenlands  Bestuur  (BB).  Masa  kepemimpinan  de  Jonge  memiliki
                       tujuan umum menjaga ketertiban (tata tenteram) dan memangkas segala reformasi yang
                       ada  terlebih  jika  berkaitan  dengan  pengeluaran  anggaran.  Hindia  Belanda  sekali  lagi
                       masuk  pada  zaman  kepegawaian  yang  diisi  oleh  pegawai  Binnenlands  Bestuur  yang
                       berasal  dari  kalangan  Eropa.  Pada  masa  de  Jonge,  Korps  BB  kembali  mendapatkan
                       kekuasaannya  setelah  sebelumnya  pada  masa  kekuasaan  para  etisi  dikurangi.  Politik
                       konservatif  de  Jonge  melihat  penguatan  BB  menjadi  salah  satu  jaminan  memperkuat
                       kedudukan dan kontrol Belanda atas koloni nya. Penguatan kekuasaan BB berdampak
                       pada  berkurangnya  kekuasaan  pegawai  Pribumi  seperti  Bupati,  di  sisi  lain  pegawai-
                       pegawai Eropa mulai mengisi kembali pos-pos bahkan di desa-desa. Sejak tahun 1930-an,
                       model pemerintahan yang dijalankan menggunakan sistem direct rule atau pemerintahan
                       langsung lewat kekuasaan dewan-dewan yang ada di setiap daerah. Para pegawai BB ini
   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14