Page 10 - Proyek E-Book Interaktif 1
P. 10
dilengkapi dengan pengetahuan yang memadai sehingga sering melaporkan situasi di
wilayah wewenangnya secara komprehensif.
Laporan para pegawai BB ini sayangnya
seringkali bertentangan dengan kebutuhan dan
keinginan dari penguasa-penguasa lokal pribumi.
Egoisme yang melanda pegawai BB
menimbulkan kritikan dan aksi kritik dari tokoh-
tokoh nasionalis.
c. Aksi Represif Pemerintahan de Jonge
Gubernur Jenderal de Jonge dihadapkan
dengan berbagai masalah seperti masalah politik
dan ekonomi. Masalah politik menjadi masalah
yang benar-benar menjadi pusat perhatian de
Jonge, terutama terkait gerakan kemerdekaan
dan pemberontakan komunis. Arah politik
pemerintahan de Jonge yang cenderung ke arah
Konservatif Reaksioner, yaitu konservatif yang
berupaya mengembalikan tatanan lama mencoba mengembalikan kembali tata tertib
kolonial yang berdampak pada penangkapan berbagai tokoh kemerdekaan baik dari
kalangan nasionalis dan komunis. Upaya penegakkan ketentraman dan ketertiban
dilakukan dengan cara represif lewat organisasi polisi rahasia yang disebut PID (Politieke
Inlichtingen Dienst). PID sendiri pada awalnya dibentuk oleh Gubernur Jenderal Limburg
Stirum dengan tujuan sebagai penghubung antara pemerintah kolonial dengan kaum
pergerakan, namun pada masa de Jonge, PID berubah menjadi alat kontrol yang menekan
kaum pergerakan.
PID menjadi alat represif yang efisien yang dimiliki oleh pemerintah kolonial, hal
ini tak lain dikarenakan PID memiliki agen dan kantor di mana-mana yang setiap saat
memantau dan memberikan keterangan-keterangan terkait kaum pergerakan, bahkan
pada aktivitas yang sebenarnya tidak membahayakan, misalnya yang melibatkan salah
tangkap terhadap Djoepri Nitimihardjo seorang guru Taman Siswa yang dituduh
membuat sandiwara anti kolonial. Karakteristik PID ini lah yang kemudian menjadi
alasan bagi kaum pergerakan semakin menaruh rasa kebencian terhadap pemerintah
kolonial. Adanya PID menggambarkan sempitnya pemahaman pemerintah kolonial
dalam merespon tuntutan pergerakan. Tokoh yang pernah ditangkap oleh PID misalnya
Syahrir yang kemudian dibuang di Banda. Aksi opresif PID juga kerap kali meninggalkan
catatan hitam pada beberapa tokoh yang pernah ditangkap atau digeledah rumahnya oleh
PID. catatan hitam ini lah yang nantinya mempersulit tokoh yang bersangkutan dalam
mencari pekerjaan di lingkungan pemerintah, salah satu yang pernah mengalami ialah
H.B. Jassin. Aksi represif de Jonge juga didukung dengan pembuangan kaum pergerakan
ke berbagai daerah, paling banyak di daerah Digoel. Kira-kira jumlah total kaum
pergerakan yang dibuang berjumlah 1300 orang, banyaknya pembuangan ini tak lepas
dari hak Exorbitante Rechten, yaitu hak yang memberikan gubernur jenderal untuk
melakukan pembuangan demi menjaga tata tentram dan ketertiban.