Page 14 - Proyek E-Book Interaktif 1
P. 14
renggangnya hubungan antara kaum pergerakan dengan pemerintah kolonial serta
semakin kuatnya tekanan pemerintah Belanda terhadap pemerintah kolonial.
Tindakan progresif lain diambil oleh Tjarda berkenaan penurunan gaji,
penghematan, penghapusan hak gubernur jenderal untuk membuang tahanan politik dan
penghapusan kamp Tanah Tinggi serta Tanah Merah. Kebijakan yang diambil Tjarda
berkenaan dengan penurunan gaji dan penghematan menimbulkan kritikan keras dari
tokoh-tokoh sosialis Belanda umpamanya D.M.G. Koch. Tindakan penghapusan dan
pengurangan tahanan politik termasuk didalamnya keinginan untuk menghilangkan
kamp di Papua disertai pengurangan hak untuk membuang tahanan politik menimbulkan
polemic di kalangan pejabat BB terutama Residen. Residen mengkhawatirkan Tindakan
yang kelewat progresif tersebut dapat memunculkan agitasi dan pemberontakan di mana-
mana seperti yang pernah dilakukan oleh Soekarno di Jawa Barat. Tak dapat dipungkiri,
selama kepemimpinan Tjarda, tahanan di Digoel berkurang drastis hingga hanya
menyisakan 627 orang dimana nantinya Sebagian akan ikut dalam pemerintahan Indische
Comissie (pemerintahan yang dibentuk supaya Belanda dapat memerintah kembali di
koloninya).
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, Tjarda mengalami banyak tekanan baik
dari pemerintah Belanda, Pribumi dan yang terakhir Jepang. Setelah Perang Dunia II
pecah pada tahun 1939, Jepang semakin agresif dalam melakukan perundingan kepada
Hindia Belanda terutama terkait ekonomi. pada tanggal 2 Februari 1940, Konsul Jenderal
Jepang, Yutaka Ishizawa menyerahkan catatan cukup Panjang kepada Menlu Belanda, Dr.
E.N. van Kleffens. Menlu Jepang, Hachiro Arita juga menyampaikan hal serupa pada
waktu kemudian sekitar bulan Mei tahun 1940 dengan isi catatan yang lebih memaksa,
yaitu memaksakan kehendak Jepang untuk memperluas dan memperbanyak pembelian
bahan mentah dari Hindia Belanda. Tjarda dihadapkan pada pilihan yang sulit, antara
memenuhi tuntutan Jepang, memperkuat kedaulatan Hindia Belanda dan juga
memikirkan nasib Belanda yang sedang diduduki Jerman. Tjarda memilih melakukan tiga
penguatan sekaligus, pertama ia memikirkan nasib Belanda yang berada dalam kondisi
pendudukan sambil memperkuat keyakinan masyarakat bahwa Hindia Belanda tetap
kokoh dengan menyampaikan sebuah pidato berjudul Nederland zal Herrijzen (Belanda
akan bangkit kembali). Selain itu, sebagai bentuk perhatian terhadap jatuhnya Belanda,
Tjarda segera melakukan operasi pembersihan terhadap orang-orang Jerman dan NSB
berikut simpatisannya dan memasukkan mereka ke dalam penjara atau kamp interniran.
Terkadang Tindakan berlebihan dilakukan seperti pengrusakan toko maupun salah
tangkap hanya karena kesalahpahaman, meskipun demikian, kondisi tersebut dapat
dipahami sebagai bentuk perhatian pemerintah kolonial terhadap jatuhnya negeri induk
(Belanda).
Berkenaan dengan hubungan ekonomi Hindia Belanda-Jepang, sebenarnya telah
dilakukan sebelum tahun 1940 dengan hasil yang positif, namun sejak tahun 1940 misi
diplomatic Jepang tidak lagi hanya urusan ekonomi, namun juga menyentuh ranah
politik. Pernyataan Kuniaki Koiso pada September 1940 memperjelas maksud Jepang
terhadap urusan politik dimana Koiso menyatakan bahwa Jepang tidak akan berurusan