Page 19 - E-MODUL (210 × 297 mm)
P. 19
Proses Perumusan Dasar Negara
Hasil perumusan panitia kecil
Rumusan Panitia Sembilan itu disempurnakan bahasanya oleh
kemudian diberi nama Jakarta sebuah “Panitia penghalus bahasa”
Charter atau Piagam Jakarta. yang terdiri dari Husein
Rumusan dasar negara dalam Jayadiningrat, Agus Salim, dan
Supomo. Panitia ini juga bertugas
Piagam Jakarta itu berbunyi: menyempurnakan dan menyusun
1) Ketuhanan, dengan kewajiban kembali rancangan undang-undang
menjalankan Syari’at Islam bagi dasar yang sudah dibahas itu.
pemeluk-pemeluknya.
2) Kemanusiaan yang adil dan Pembukaan serta batang tubuh
beradab. rancangan UUD yang dihasilkan
3) Persatuan Indonesia. disahkan oleh PPKI pada tanggal 18
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh Agustus 1945. Namun, sebelum
hikmat kebijaksanaan dalam disahkan Pembukaan UUD yang
Piagam
permusyawaratan/perwakilan. diambil dari Panitia Jakarta
rumusan
5) Keadilan sosial bagi seluruh mengalami perubahan. Sembilan
Pada
rakyat Indonesia.
tanggal 17 Agustus 1945 sore,
Perumusan terakhir dasar negara seorang opsir angkatan laut
dilakukan pada persidangan BPUPKI Jepang menemui Drs. Mohammad
tahap kedua, yang dimulai pada Hatta. Opsir itu menyampaikan
dari
keberatan
tanggal 10 Juli 1945. Pada tokoh-tokoh
kesempatan itu, dibahas rencana rakyat Indonesia bagian Timur
UUD, termasuk pembukaan atas kata-kata “Ketuhanan,
(preambule) oleh Panitia dengan kewajiban menjalankan
Perancang Undang-Undang Dasar syari’at Islam bagi pemeluk-
yang diketuai oleh Ir. Sukarno. pemeluknya,” dalam Piagam
Dalam rapat tanggal 11 Juli 1945, Jakarta. Sebelum rapat PPKI
Panitia Perancang Undang-Undang tanggal 18 Agustus 1945, Drs.
Dasar menyetujui isi preambule Moh. Hatta dan Ir. Sukarno
yang diambil dari Piagam Jakarta. meminta empat tokoh Islam, yakni
Ki
Bagus
Hadikusumo,
Panitia ini kemudian membentuk Wahid
“Panitia Kecil Perancang Undang Hasyim, Mr. Kasman Singodimejo,
Undang Dasar” yang diketuai oleh dan Mr. Teuku Moh. Hassan untuk
Prof. Dr. Mr. Supomo dengan membicarakan hal tersebut. Hal ini
untuk
dilakukan
anggota Mr. Wongsonegoro, Mr. menghindari
Ahmad Subarjo, Mr. A. A. Maramis, perdebatan panjang dalam rapat
Mr. R. P. Singgih, H. Agus Salim, dan PPKI. Akhirnya mereka sepakat
dr. Sukiman. kata-kata yang menjadi ganjalan
bagi masyarakat Indonesia Timur
itu diubah menjadi “Ketuhanan
Yang Maha Esa.”
19