Page 53 - Bahan Ajar Loyang Mendale_Neat
P. 53

BAHAN AJAR LOYANG MENDALE

                                                                     DAN LOYANG UJUNG KARANG





   RANGKUMAN




                   Wilayah Aceh Tengah yang terletak di daerah pedalaman tidak menjadikan wilayah tersebut


            terisolir secara budaya. Tinggalan budaya pada Loyang Mendale menunjukkan bahwa aktivitas manusia
            di wilayah Aceh Tengah telah berlangsung sejak kebudayaan Hoanbinhian dari periode Mesolitikum
            memasuki wilayah tersebut dalam kurun waktu 7.400 tahun yang lalu. Kebudayaan Hoanbinhian berasal
            dari Vietnam dan kemunculannya diperkirakan sejak 18.000 tahun yang lalu. Salah satu artefak yang
            menandai kehadiran kebudayaan Hoanbinhian di wilayah Aceh Tengah adalah alat litik Sumateralith.
            Alat  litik  tersebut  berbahan  batuan  kerakal  dipangkas  pada  bagian  seluruh  sisinya  sehingga
            menghasilkan  tajaman  monofasial  maupun  bifasial.  Pola  subsistensi  manusia  penganut  budaya
            Hoanbinhian memanfaatkan tempat terbuka umumnya daerah pesisir, terlihat dari temuan shellmiden
            (sampah kerang) yang menggunung akibat aktivitas pemenuhan kebutuhan hidup. Selain itu ceruk di
            daerah pedalaman juga dimanfaatkan sebagai tempat hunian.
                   Kontinuitas  budaya  tetap  berlanjut  ketika  penutur  Austronesia  yang  berasal  dari  periode
            Neolitikum memasuki wilayah Aceh Tengah dalam kurun waktu 4.400 tahun yang lalu, Loyang Ujung
            Karang diasosiasikan dengan tinggalan budaya Austronesia tertua di Aceh Tengah. Temuan beliung
            persegi berbahan batuan basalt, yang bahan bakunya (raw material) tidak ditemukan di sekitar situs

            Loyang  Mendale  dan  Loyang  Ujung  Karang  menandakan  alat  tersebut  dibawa  dari  daerah  lain
            (manuport). Selain itu temuan calon beliung persegi menandakan bahwa Loyang Mendale juga dijadikan
            tempat perbengkelan pembuatan alat litik, sama seperti penemuan mortar pada Loyang Ujung Karang.
            Indikasi adanya hubungan antara daerah pesisir dengan daerah pedalaman terlihat dari temuan alat yang
            terbuat dari cangkang kerang Arcticidae yang memiliki habitat di pantai berlumpur dan rawa.
                   Temuan lainnya yang cukup penting di Loyang Mendale dan Loyang Ujung Karang adalah
            tembikar  berslip  merah  (red  slipped  pottery)  dan  tembikar  berhias  pola  tali  (cord-marked).  Hasil
            pertanggalan radiokarbon terhadap tembikar berslip merah Loyang Mendale dan Loyang Ujung Karang
            yang lebih tua dari situs Minanga Sipakko, semakin menguatkan adanya jalur lain penyebaran penutur
            Austronesia. Selama ini jalur penyebaran penutur Austronesia hanya dikaitkan dengan Out of Taiwan
            (Eastern Route Migration). Penemuan tembikar berslip merah (red slipped pottery) dibarengi dengan
            penemuan tembikar berhias pola tali (cord-marked) yang dipengaruhi oleh tradisi tembikar di dataran
            Asia  Tenggara,  menandakan  adanya  jalur  barat  (Western  Route  Migration)  penyebaran  penutur
            Austronesia, dan Loyang Mendale dan Loyang Ujung Karang termasuk ke dalam wilayah penyebaran
            tersebut.
                   Loyang Mendale dan Loyang Ujung Karang memiliki arti penting dalam melacak asal-usul suku
            Gayo. Hasil tes DNA (Deoxyribonucleic Acid) atas dua sampel kerangka manusia pada Loyang Mendale
            dan Loyang Ujung Karang yang berasal dari periode Neolitik dan digolongkan sebagai ras Mongoloid,
            menunjukkan kecocokan dengan DNA suku Gayo terkini. Dengan demikian asal-usul suku Gayo dapat
            dirujuk pada manusia penghuni Loyang Mendale dan Loyang Ujung Karang yang berasal dari periode
            Neolitikum.



                                                                                                       52
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57