Page 37 - Filsafat Islam Khansa.indd
P. 37

menuju kepada pembangunan dan pengembangan ilmu-ilmu bayani, seperti

              filologi, sejarah, dan yurisprudensi (fi qh). Kedua, jalan yang kurang salaf yang
              dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani, Syiria, dan Persia. Jalan ini menuju pada


              pengembangan filsafat, matematika, astronomi, astrologi, fisika, dan geografi ,
              yang biasa disebut ilmu orang zaman dahulu.
                   Pada masa kekuasaan Bani Umaiyah (661–750 M) sampai masa-masa awal
              Bani Abbas (750–1258 M), kedua pola keilmuan di atas berkembang seimbang.

              Dalam bidang fiqh yang tergolong salaf, misalnya, muncul tokoh seperti Abu

              Hanifah (699–767 M), Malik (716–796 M), Al-Syafi’i (767–820 M), dan Ibn
              Hanbal (780–855 M); sedangkan dalam disiplin ilmu-ilmu yang digali lewat
              jalan kurang salaf, lahir tokoh seperti Ibn Hayyan (721-815 M) dalam bidang
              kimia dan Al-Khawarizmi (780-850 M) dalam matematika. Namun, sejak masa
              kekuasaan Al-Makmun (813-833 M) yang melakukan usaha penerjemahan secara
              besar-besaran terhadap buku-buku ilmiah dan filsafat, ilmu-ilmu kelompok


              kedua menjadi lebih dominan. Ilmu pengetahuan dan filsafat yang mendapat
              “amunisi” baru dari alam pikiran Yunani mengalami perkembangan yang luar
              biasa pesat dan mencapai ketinggian yang belum pernah terjadi sebelumnya.
                   Pemikiran filsafat Islam yang berkembang pascapenerjemahan atas buku-

              buku Yunani, pertama kali, dikenalkan oleh Al-Kindi  (806–875 M). Dalam

              buku Filsafat Pertama (al-Falsafah al-Ûla), yang dipersembahkan pada khalifah
              Al-Mu`tashim  (833–842 M), Al-Kindi  menulis tentang objek kajian dan

              kedudukan filsafat. Meski demikian, karena begitu dominannya kaum fuqaha dan
              masih minimnya referensi filsafat yang telah diterjemahkan, membuat apa yang

              disampaikan Al-Kindi tidak begitu bergema.  Meski demikian, menurut Muhsin
                                                       8
              Mahdi  (1926–2007 M), Al-Kindi telah memperkenalkan persoalan baru dalam

              pemikiran Islam dan mewariskan persoalan filsafat yang terus hidup sampai
              sekarang: (1) penciptaan semesta, bagaimana prosesnya; (2) keabadian jiwa,
              bagaimana pembuktiannya; (3) pengetahuan Tuhan terhadap yang partikular,
              bagaimana penjelasannya dan apakah ada hubungannya dengan bintang-bintang
              yang saat itu menjadi kajian penting metafi sika. 9

                   Pemikiran rasional filsafat kemudian semakin berkembang. Sepeninggal Al-
              Kindi  lahir Al-Razi  (865–925 M), tokoh yang dikenal sebagai orang yang ekstrem
              dalam teologi dan juga dikenal sebagai seorang rasionalis murni yang hanya

              8   Muhsin Mahdi , “Al-Farabi dan Fondasi Filsafat Islam”, dalam Jurnal al-Hikmah, edisi 4, Februari 1992, hlm. 58.
              9   Ibid, hlm. 58.


                                                 38
                                                 38

                                                                             pustaka-indo.blogspot.com
   32   33   34   35   36   37   38