Page 35 - Filsafat Islam Khansa.indd
P. 35
Tulisan ini menjelaskan perbedaan, pergumulan, ketegangan, atau bahkan
pertentangan yang terjadi di antara kedua bentuk keilmuan di atas, dalam sejarah
perkembangan pengetahuan dalam Islam.
A. Metode Ilmu Keagamaan vs Filsafat
Secara metodologis, ada perbedaan mendasar antara pemikiran fi losofi s dengan
ilmu-ilmu keagamaan. Dalam metode Arab bayani yang digunakan dalam
ilmu-ilmu keagamaan, apa yang dimaksud nalar (‘aql) adalah lebih merupakan
tindakan atau penjelasan bagaimana seseorang harus berbuat. Kamus istilah
Arab sendiri mengartikan “akal” sebagai jalan dan perilaku (sulûk wa al-akhlâq).
Sementara itu, dalam metode burhani yang dipakai dalam pemikiran fi losofi s,
apa yang dimaksud sebagai akal dan berpikir lebih merupakan pemikiran yang
berkaitan dengan upaya mencari sebab dari sesuatu atau hubungan antara sesuatu
2
dengan yang lain.
Kenyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Anton Bekker . Menurutnya,
pola pemikiran Arab bersifat dualistis, diskontinu, dan analogis, sementara
corak utama dari pemikiran filsafat adalah sintetis, kontinu, dan dialogis. Dalam
tradisi Arab dibedakan secara tegas dan tanpa kenal perantara antara Tuhan dan
makhluk, dunia dan akherat, Arab dan non-Arab, dan seterusnya; sementara
dalam tradisi pemikiran filsafat justru berusaha merangkum perbedaan dan
pertentangan tersebut dengan memberi “perantara”. Misalnya, antara ada dan
tiada terdapat yang mungkin, antara punya dan tidak punya terdapat steresis
(privatio), dan kesempurnaan sesuatu bisa dipartisi oleh adanya yang kurang
sempurna secara dialogis. 3
Perbedaan dua pola pikir di atas disebabkan oleh adanya perbedaan pijakan
yang digunakan. Dalam pola pikir Arab bayani, pijakan utama adalah kata atau
bahasa, sedangkan pijakan pola pikir filsafat adalah makna dan logika. Dalam
perdebatan yang terkenal antara Abu Said Al-Syirafi (893–979 M), ahli bahasa
dan penganut metode bayani Arab, dengan Abu Bisyr Matta (870-940 M),
ahli filsafat dan penganut metode burhani , terlihat jelas perbedaan tersebut.
Menurut Al-Syirafi, kata atau bahasa muncul lebih dahulu daripada makna,
setidaknya terjadi secara bersamaan, sehingga makna atau logika mengikuti kata
atau bahasa. Sebaliknya, menurut Abu Bisyr Matta, prinsip-prinsip logika lebih
2 Abid Al-Jabiri, Takwîn al-Aql al-Arabi (Markaz al-Tsaqafi al-Arabi, 1991), hlm. 29-30.
3 Anton Bakker, Sejarah Filsafat dalam Islam (Yogyakarta: Kanisius, 1986), hlm. 9.
36
36
pustaka-indo.blogspot.com