Page 28 - BISMILLAH E-MODUL ROSA SINTIA 1
P. 28
Rasanya beberapa saat lalu, aku masih bisa mendengar kata-kata terakhirnya yang
tergiang-ngiang merobek otak ku. “sudah sana… Kejarlah keinginanmu itu!, kamu kira
aku tak laku, jadi begini sajakah caramu, oke aku ikuti.. Semoga kamu tidak menyesal
menghianati cinta suci ini.” beberapa kata yang sempat masuk ke hpku, diikuti telpon
yang sengaja ku matikan karena kesal atau muak. Aku termenung di pinggir jalan,
memegang kepalaku yang sakit. “selamat malam..? Sori mba kayanya lagi sedih banget
boleh aku minta duitnya..” seorang pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan
jalan yang tak beraturan,
Ia mengeluarkan sebilah pisau lipat dan mengancamku. Aku hanya terdiam tak
berkata, membuatnya sedikit binggung. Aku meraih tas di sampingku dan menyerahkan
padanya. “ini ambil semua.. Aku tak butuh semua ini. Aku hanya ingin mati…!” Aku
melemparkan tas ke hadapannya yang di sambut dengan senyum picik dan ia pun
menghilang di gelapnya malam.
Aku bangkit berdiri dan berjalan menyusuri malam, berdiri menatap air sungai
yang mengalir airnya deras.Di sini di atas jembatan tua ini. Angin sepoi-sepoi
menyerang tubuh ku. Aku berdiri menatap langit yang bertabur bintang, rasanya tak
ada yang penting bagiku sekarang. Perlahan-lahan aku berjalan menaiki jembatan dan
berdiri bebas. Menutup mata dan tinggal beberapa senti lagi aku akan terjatuh. Aku
perlahan mengangkat kaki kananku dan…?
Tiba-tiba sosok pemabuk yang menodong pisau padaku ku tadi, menarik baju ku
dan menampar pipiku kuat, keras sekali tamparannya 20
“ini uang dan tas mu…!! Aku tak butuh..! Aku lebih baik mati kelaparan dari
pada melihat wanita lemah sepertimu” ia menarik ku turun dan melemparkan tasku di
atas tanah
Dan ia berlalu pergi. Aku bangkit dan meraih tas ku kembali menyusuri tangga
turun. Sosok yang tadi, pria mabok yang ternyata seumuran denganku, disekujur
tubuhnya penuh tato dan tubuhnya kurus sekali. Ia berdiri termenung pada tangga
jalan. Sesekali menatap langit dan menghapus air matanya.
“boleh aku berdiri disini bersamamu? Aku menyapanya tapi ia hanya terdiam
membisu”. Aku berdiri di sampingnya menunggu sampai kapan ia akan berdiri pergi
dari sini.
“kenapa kamu menamparku..?
Kenapa kamu menolongku?
28