Page 53 - Neurosains Spiritual Hubungan Manusia, Alam dan Tuhan
P. 53

Sebut saja namanya Mawar (i). Ia lelaki tulen, berperawakan sedang,
            dan berkulit hitam berdaki dengan rambut terurai sampai bahu. Se-
            hari-hari, ia ada di pusat kota dan bekerja sebagai tukang parkir. Memi-
            liki istri dengan dua anak dan masih tinggal di rumah mertua. Ia bukan
            tukang parkir resmi karena tidak tercatat sebagai pegawai—meskipun
            honorer—di Dinas Perparkiran Kota. Ia menjadi tukang parkir karena
            memiliki kawan sekampung yang jadi preman penguasa areal parkir.
            Sehari, ia menyetor dalam jumlah bervariasi Rp25.000–Rp40.000
            tergantung keadaan dan (ada kalanya) keperluan teman preman nya.
            Khusus hari  minggu, semua hasil parkir tidak disetor, kecuali ada
            permin  taan dari teman premannya. Teman premannya sendiri menye-
            tor dalam jumlah tertentu kepada seseorang yang tak mau disebutkan
            nama dan identitasnya.
                Tukang parkir ini kawan baik saya. Hampir 10 tahun kita ber-
            teman. Itu sebabnya, meski situasi macet luar biasa dan tempat parkir
            penuh, saya selalu mendapat tempat. “Putar sekali lagi, Dok,” kalimat
            standar operasionalnya kalau melihat mobil saya tidak dapat parkiran.
            Seketika saya memutar mobil ke jalan yang melingkari pertokoan, dan
            biasanya sekali putar langsung dapat tempat parkir. Sekali waktu pada
            hari ketiga Ramadan tahun 2020, kami makan malam bersama. Ini
            pertemuan pertama setelah penyakit Covid-19 menyerang. Pertemuan
            tak sengaja karena ternyata ia sudah mencari saya dan saya pun sudah
            berhari-hari mencarinya meski maksud kita berbeda. Saya ada sedi-
            kit sedekah untuk dia, sementara dia membawa sedekah untuk saya.
            Seminggu sebelum puasa, ia menerima sejumlah uang dari kakak-
            nya. Ia sudah menyisihkan untuk keluarga dan ada sedikit sisa untuk
            saya. “Ini tambahan membeli masker untuk perawat yang bertugas
            di rumah sakit,” katanya. Uang itu disimpannya berhari-hari untuk
            dititip ke saya membeli masker. Tidak banyak jumlahnya, tetapi sudah
            mengoyak-ngoyak perasaan saya. Dari media massa, ia rupanya geli- Buku ini tidak diperjualbelikan.
            sah mengikuti keterbatasan alat pelindung diri, tenaga kesehatan yang
            gelisah, dan perkembangan kasus yang meningkat. Saya bisa paham
            sikapnya. Karena pernah sekali waktu ia bilang jikalau anaknya lulus
            SMA agar dibantu memasukkan ke sekolah untuk menjadi perawat.
            Uangnya? Tentu saja saya menolaknya. Ia lebih membutuhkan.



            34    Neurosains Spiritual: Hubungan ...
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58