Page 16 - 4. E-MODUL EKOLOGI LAHAN BASAH
P. 16

2.  Kelembagaan Pengelolaan Lahan Basah di Indonesia
                  Pengelolaan  lahan  basah  Indonesia  dilaksanakan  oleh  berbagai  pemangku
                  kepentingan.  Pemerintah  pusat  maupun  daerah,  sebagai  salah  satu  pemangku
                  kepentingan,       membagi        tanggung       jawabnya        melalui      beberapa
                  departemen/kementerian  sektoral.  Disamping  itu,  lahan  basah  juga  dikelola  oleh
                  masyarakat  setempat  dan  menjadi  bagian  dari  kehidupan  sosial-budayanya,  serta
                  oleh  pengusaha  untuk  dimanfaatkan  fungsi  dan  nilainya,  misalnya  untuk  kegiatan
                  pariwisata,  pertanian,  dan  penghasil  energi.  Sistem  pengelolaan  ini  seringkali
                  menjadi  tumpang  tindih  dan  dapat  menimbulkan  benturan  antara  satu  pemangku
                  kepentingan dengan pemangku kepentingan lainnya.                                                15
                  Perencanaan,  pengelolaan,  implementasi,  pengawasan,  dan  evaluasi  seringkali
                  dilakukan secara terpisah; masing-masing kelompok bertindak menurut kepentingan
                  kelompok sektor masing-masing. Keadaan ini menjadikan pengelolaan lahan basah
                  menjadi  tidak  efektif  dan  menyebabkan  munculnya  kegiatan  pengelolaan  yang
                  bertentangan dengan prinsip pemanfaatan sumberdaya lahan basah secara lestari

                  Secara umum kelemahan/kekurangan yang ada saat ini, yang terkait dengan sistem
                  kelembagaan pengelolaan lahan basah adalah:
                  1.  Ketidakjelasan peran dan tanggung jawab masing-masing pemangku kepentingan
                      dalam pengelolaan sumberdaya lahan basah secara berkelanjutan.
                  2.  Kurangnya  pemahaman  diantara  para  pemangku  kepentingan  mengenai

                      pentingnya  strategi  dan  rencana  terpadu  pengelolaan  sumberdaya  lahan  basah
                      secara bijaksana (wise use), antara lain melalui penerapan UU No. 24 Tahun 1992
                      tentang Tata Ruang.
                  3.   Kurangnya  tenaga  perencana  dan  ilmuwan  sumberdaya  alam  di  daerah  yang
                      dapat  memberikan  masukan  penting  dalam  perencanaaan  tata  ruang  propinsi
                      dan/atau  kabupaten/kota,  misalnya  dengan  menyiapkan  pangkalan  data
                      mengenai sumberdaya alam.
                  4.  Kurangnya  koordinasi  antar  berbagai  pemangku  kepentingan  dalam  rangka
                      menjalankan  perencanaan  dan kegiatan-kegiatan  pembangunan  di  lahan  basah,
                      akibatnya  timbul  tumpang  tindih  kepentingan  yang  menjurus  kepada
                      rusak/hilangnya lahan basah di Indonesia.
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20