Page 61 - RBDCNeat
P. 61
aku berjalan.
“Walaupun aku satu-satunya siswi yang
memiliki keterbatasan fisik, tapi pihak
sekolah tidak pernah membeda-bedakan
ku dengan yang lain”
Namun ada satu beban di benak Mama. Terutama ketika
melihat anak--anak seusiaku sudah masuk Sekolah Dasar.
Mama khawatir kalau aku masuk ke Sekolah Dasar Umum,
temanteman akan menghinaku.
Kalau lari-lari, aku bisa saja tersenggol oleh teman yang
lain dan jatuh. Tapi, kalau tidak sekolah, bagaimana dengan
masa depanku? Kebingungan menggelayuti pikiran Mama
sekian lama, apalagi waktu itu Mama belum tahu kalau ada
SLB (Sekolah Luar Biasa).
Ketika usiaku menginjak tujuh tahun, kakak Mama yang
paling besar mengajak Mama untuk menyekolahkanku ke TK,
seperti anaknya. Lagilagi Mama bingung, apa mungkin usia
tujuh tahun masih bisa bersekolah di TK?
Kakak Mama terus membujuk, “Teu nanaon urang
asupkeun weh si Neng ka TK jeung si Gina. Kan Eneng mah
13
siga budak leutik .” Postur tubuhku memang kecil. Di usia
tujuh tahun, aku sering dikira masih berumur 4 atau 5 tahun.
13
Enggak apa-apa kita masukkan saja Eneng ke TK bareng Gina (anaknya, red).
Kan Eneng kayak anak kecil
Roda Berputar dalam Cahaya | 25