Page 12 - SEJINDO-PERT-6 (NEW)-1
P. 12
Modul Sejarah Indonesia Kelas XI KD 3.2 dan 4.2
Dengan isi Traktat London itu secara resmi menjadi kendala bagi Belanda
untuk menguasai Aceh. Tetapi secara geografis-politis Belanda merasa diuntungkan
karena kekuatan Inggris tidak lagi sebagai penghalang dan Belanda mulai dapat
mendekati wilayah Aceh. Apalagi pada tahun 1825 Inggris sudah menyerahkan
Sibolga dan Natal kepada Belanda. Dengan demikian Belanda sudah berhadapan
langsung wilayah Kesultanan Aceh. Belanda tinggal menunggu momen yang tepat
untuk dapat melakukan intervensi di Aceh. Belanda mulai kusak- kusuk untuk
menimbulkan kekacauan di Aceh. Politik adu domba juga mulai diterapkan. Belanda
juga bergerak di wilayah perairan Aceh dan Selat Malaka.
Belanda sering menemukan para bajak laut yang mengganggu kapal-kapal
asing yang sedang berlayar dan berdagang di perairan Aceh dan Selat Malaka. Dengan
alasan menjaga keamanan kapal kapal yang sering diganggu oleh para pembajak
maka Belanda menduduki beberapa daerah seperti Baros dan Singkel.
Gerakan menuju aneksasi terus diintensifkan. Pada tanggal 1 Februari 1858,
Belanda menyodorkan perjanjian dengan Sultan Siak, Sultan Ismail. Perjanjian inilah
yang dikenal dengan Traktat Siak. Isinya antara lain Siak mengakui kedaulatan Hindia
Belanda di Sumatra Timur. Ini artinya daerahdaerah yang berada di bawah pengaruh
Siak seperti: Deli, Asahan, Kampar, dan Indragiri berada di bawah dominasi Hindia
Belanda. Padahal daerahdaerah itu sebenarnya berada di bawah lindungan
Kesultanan Aceh. Tindakan Belanda dan Siak ini tidak diprotes keras oleh Kesultanan
Aceh. Perkembangan politik yang semakin menohok Kesultanan Aceh adalah
ditandatanganinya Traktat Sumatera antara Belanda dengan Inggris pada tanggal 2
November 1871.
Isi Traktat Sumatera itu antara lain Inggris memberi kebebasan kepada
Belanda untuk memperluas daerah kekuasaannya di seluruh Sumatera. Hal ini jelas
merupakan ancaman bagi Kesultanan Aceh. Dalam posisi yang terus terancam ini
Aceh berusaha mencari sekutu dengan negara-negara lain seperti dengan Turki, Italia
bahkan juga melakukan kontak hubungan dengan Amerika Serikat. Aceh kemudian
tahun 1873 mengirim utusan yakni Habib Abdurrahman pergi ke Turki untuk
meminta bantuan senjata. Langkah-langkah Aceh itu diketahui oleh Belanda. Oleh
karena itu, Belanda mengancam dan mengultimatum agar Kesultanan Aceh tunduk
di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Aceh tidak akan menghiraukan ultimatum
itu. Karena Aceh dinilai membangkang maka pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda
melalui Komisaris Nieuwenhuijzen mengumumkan perang terhadap Aceh. Pecahlah
pertempuran antara Aceh melawan Belanda.
Para pejuang Aceh di bawah pemerintahan Sultan Mahmud Syah II
mengobarkan semangat jihad angkat senjata untuk melawan kezaliman Belanda.
Beberapa persiapan di Aceh sebenarnya sudah dilakukan. Misalnya membangun pos-
pos pertahanan. Sepanjang pantai Aceh Besar telah dibangun kuta, yakni semacam
benteng untuk memperkuat pertahanan wilayah. Kuta ini dibangun di sepanjang
@2020, Direktorat SMA, Direktorat Jenderal PAUD, DIKDAS dan DIKMEN 33