Page 8 - SEJINDO-PERT-6 (NEW)-1
P. 8
Modul Sejarah Indonesia Kelas XI KD 3.2 dan 4.2
pertahanan terakhir Kerajaan Buleleng di Jagaraga. Dengan serangan besar-besaran,
rakyat Bali membalasnya dengan perang habishabisan guna mempertahankan harga
diri sebagai orang Bali. Pertempuran untuk mempertahankan Buleleng itu dikenal
dengan Puputan Jagaraga. Puputan lainnya, yaitu Puputan Badung (1906), Puputan
Kusamba (1908), dan Puputan Klungkung (1908).
Pada sekitar abad 18, para penguasa Bali menerapkan hak tawan karang,
yaitu hak yang menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan Bali berhak merampas dan
menyita barangbarang dan kapal-kapal yang terdampar dan kandas di wilayah
perairan Pulau Bali.
Latar Belakang Terjadinya Perlawanan Rakyat Bali
a. Pemerintah kolonial Belanda ingin menguasai Bali. Yaitu berusaha untuk
meluaskan daerah kekuasaannya. Perjanjian antara pemerintah kolonial Belanda
dengan raja-raja Klungkung, Bandung, dan Buleleng dinyatakan bahwa raja-raja
Bali mengakui bahwa kerajaannya berada di bawah kekuasaan negara Belanda.
Raja memberi izin pengibaran bendera Belanda di daerahnya.
b. Pemerintah kolonial Belanda ingin menghapuskan hak Tawan Karang yang sudah
menjadi tradisi rakyat Bali. Hak Tawan Karang adalah hak raja Bali untuk
merampas perahu yang terdampar di pantai wilayah kekuasaannya.
Pada tahun 1844, di pantai Prancak dan pantai Sangsit (pantai di Buleleng
bagian timur) terjadi perampasan kapal-kapal Belanda yang terdampar di pantai
tersebut. Timbul percekcokan antara Buleleng dengan Belanda. Belanda menuntut
agar Kerajaan Buleleng melaksanakan perjanjian 1843, yakni melepaskan hak Tawan
Karang. Tuntutan Belanda tidak diindahkan oleh Raja Buleleng I Gusti Ngurah Made
Karangasem. Belanda menggunakan dalih kejadian ini dan menyerang Kerajaan
Buleleng. Pantai Buleleng diblokade dan istana raja ditembaki dengan meriam dari
pantai.
Perlawanan sengit dari pihak Kerajaan. Buleleng dapat menghambat majunya
laskar Belanda. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Akhirnya Belanda
berhasil menduduki satupersatu daerah-daerah sekitar istana raja (Banjar Bali,
Banjar Jawa, Banjar Penataran, Banjar Delodpeken, Istana raja telah terkurung rapat).
I Gusti Made Karangasem menghadapi situasi ini kemudian mengambil siasat pura-
pura menyerah dan tunduk kepada Belanda. Raja Buleleng (Bali) beserta penulisnya.
Dalam rangka perlawanan terhadap Belanda, raja-raja Bali melancarkan hukum adat
hak tawan karang. Dan dalam perang melancarkan semangat puputan.
I Gusti Ketut Jelantik, patih kerajaan Buleleng melanjutkan perlawanan. Pusat
perlawanan ditempatkannya di wilayah Buleleng Timur, yakni di sebuah desa yang
bernama desa Jagaraga. Secara geografis desa ini berada pada tempat ketinggian, di
lereng sebuah perbukitan dengan jurang di kanan kirinya. Desa Jagaraga sangat
strategis untuk pertahanan dengan benteng berbentuk supit urang. Benteng
@2020, Direktorat SMA, Direktorat Jenderal PAUD, DIKDAS dan DIKMEN 29