Page 11 - Candiku Yang Hebat
P. 11

Leles. Karena itu, pada tahun 1966 pemerintah kemudian melakukan penelitian tentang

           kebenaran isi buku tersebut. Dan ternyata benar! Ditemukan sebuah patung Dewa Syiwa

           dan  reruntuhan  sebuah  candi  di  sana.  Tak  hanya  itu,  ada  makam  kuno  pula  di  sebelah

           reruntuhan candi. Makam itu diyakini oleh warga sekitar sebagai makam pemuka Islam

           yang bernama Arief Muhammad. Unik ya? Candi Hindu dan pemakaman Islam bisa berdiri

           berdekatan seperti itu. Jadi sebenarnya, toleransi antarumat beragama itu sudah ada sejak

           zaman dulu, Wan.”

                 “Dari mana kamu tahu sedetil itu?” mata Irwan menyipit, heran karena sahabatnya

           itu bisa tahu begitu banyak.

                 “Kemarin aku tanya banyak pada pemandu wisatanya. Di koran ini pun ada penjelasan

           yang sama. Kamu mau baca?” Ale menyodorkan koran yang sudah dilipatnya.

                 “Sepertinya menarik juga,” Irwan menerima koran itu. “Tapi aku bacanya pas jam

           istirahat nanti saja. Biar lebih leluasa dan tidak dikejar bel masuk.”

                 “Candi Cangkuang ini memang kecil, sih.” Ale melanjutkan ceritanya bahkan tanpa

           diminta.  “Ukurannya  hanya  4,2  kali  4,2  meter  dengan  tinggi  sekitar  2,49  meter  saja.

           Kemungkinan Candi Cangkuang ini didirikan pada abad ke-8. Meskipun para peneliti sudah

           melakukan penelitian sejak tahun 1966, tapi candi ini baru selesai dipugar pada tahun 1978.

           Ternyata proses pembangunannya kembali butuh waktu lama, ya?”

                 “Kamu hapal sampai sedetil itu, Le? Sampai ke ukuran candi dan tahun pemugarannya?”

           Irwan  berdecak  kagum.  Daya  ingat  sahabatnya  yang  satu  ini  memang  luar  biasa  kalau

           urusan candi. Ia akan mengingat sampai ke detil-detil terkecilnya.

                 Ale  terkekeh.  Ia  sendiri  kadang  bingung.  Entah  mengapa  kalau  membaca  sejarah

           tentang sebuah candi akan lebih mudah diingatnya daripada membaca buku pelajaran biasa.

           Mungkin karena ia menyukai sejarah tentang candi-candi sejak lama sehingga informasi itu

           akan terserap lebih cepat dengan sendirinya.

                 “Bu Lita  datang! Kita lanjutkan nanti jam istirahat.” Irwan memasukkan koran itu

           ke  kolong  mejanya  dengan  tergesa.  Di  liriknya  jam  dinding  di  depan  kelas,  sudah  pukul

           tujuh tepat. Sesaat lagi bel masuk akan berdering. Siswa yang masih berada di luar kelas

           berhamburan masuk dan kembali ke tempat duduk masing-masing.




                                                                                                             3
   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16