Page 147 - Kelas 12 Hindu BS press
P. 147
4. Karyasastra
Indonesia memiliki banyak Pujangga besar pada masa pemerintahan
raja-raja di nusantara ini. Para pujangga pada masa itu tergolong varna
Brahmana yang memiliki kedudukan sebagai purohita kerajaan. Banyak
karya sastra yang ditulis oleh pujangga kerajaan. Kekawin Ramayan ditulis
oleh Empu Yogiçwara. Dalam salah satu bait karya beliau menjelaskan
sebagai berikut;
”Bràhmana ksatryàn padulur,
jàtinya paras paropasarpana ya,
wiku tan panatha ya hilang,
tan pawiku ratu wiçîrna.
Terjemahan:
”Sang Brahmana dan sang Ksatria mestinya rukun, jelasnya mesti senasib
sepenanggungan tolong menolong, pendeta tanpa raja jelas akan kerusakan,
raja tanpa raja tentu akan sirna, (Ramayana Kekawin, I.49).
Dalam karya ini Empu Yogiswara ingin mengajarkan bagaimana
pentingnya hubungan harmonis dan timbal-balik antara para raja dengan
para brahmana. Karya sastra yang lainnya yang penuh dengan makna
tersebar di masyarakat dapat dijadikan penuntun hidup menghadapi dunia
pariwisata di era globalisasi ini, antara lain;
a. Carita Parahiyangan Bogor, Jabar Abad ke-5 M Tarumanegara
Carita Parahiyangan merupakan nama suatu naskah Sunda kuna yang
dibuat pada akhir abad ke-16, yang menceritakan sejarah Tanah Sunda,
utamanya mengenai kekuasaan di dua ibukota Kerajaan Sunda yaitu
Keraton Galuh dan Keraton Pakuan. Naskah ini merupakan bagian dari
naskah yang ada pada koleksi Museum Nasional Indonesia Jakarta.
Naskah ini terdiri dari 47 lembar daun lontar ukuran 21 x 3 cm, yang
dalam tiap lembarnya diisi tulisan 4 baris. Aksara yang digunakan
dalam penulisan naskah ini adalah aksara Sunda (Soeroto. 1970:1650.
Naskah Carita Parahiyangan menceritakan sejarah Sunda, dari awal
kerajaan Galuh pada zaman Wretikandayun sampai runtuhnya Pakuan
Pajajaran (ibukota Kerajaan Sunda akibat serangan Kesultanan Banten,
Cirebon dan Demak).
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 137