Page 72 - PPKn Kelas XI BS press
P. 72

sistem pemerintahan yang demokratis, semua warga negara  yang mampu  dan
                 memenuhi syarat  mempunyai peluang yang sama untuk mengisi jabatan politik
                 tersebut. Akan tetapi,  yang terjadi  di Indonesia  pada  masa  Orde Baru, sistem
                 rekrutmen politik tersebut bersifat tertutup, kecuali anggota DPR yang berjumlah
                 400 orang dipilih melalui pemilihan umum. Pengisian jabatan tinggi negara seperti
                 Mahkamah  Agung, Dewan Pertimbangan  Agung, dan jabatan-jabatan  lainnya
                 dalam  birokrasi dikontrol  sepenuhnya oleh lembaga  kepresidenan.  Demikian
                 juga dengan anggota badan legislatif. Anggota DPR sejumlah 100 orang dipilih
                 melalui  proses pengangkatan  dengan surat keputusan presiden. Sementara  itu
                 dalam kaitannya  dengan rekrutmen politik lokal (seperti gubernur dan bupati/
                 walikota), masyarakat di daerah tidak mempunyai peluang untuk ikut menentukan
                 pemimpin mereka. Kata akhir tentang siapa yang akan menjabat diputuskan oleh
                 presiden. Jelas, sistem rekrutmen seperti itu sangat bertentangan dengan semangat
                 demokrasi.
                    Ketiga,  Pemilihan  Umum.  Pada  masa  pemerintahan  Orde  Baru,  pemilihan
                 umum telah dilangsungkan sebanyak enam kali dengan frekuensi yang teratur

                 setiap lima tahun sekali. Tetapi, kalau kita amati kualitas pelaksanaan pemilihan
                 umum  tersebut masih  jauh  dari  semangat  demokrasi.  Pemilihan  umum  tidak
                 melahirkan persaingan yang sehat.
                    Keempat, pelaksanaan hak dasar warga negara. Sudah bukan menjadi rahasia
                 umum lagi, bahwa dunia internasional sering menyoroti politik Indonesia berkait-
                 an erat dengan perwujudan jaminan hak asasi manusia. Masalah   kebebasan pers
                 sering muncul ke permukaan. Persoalan mendasar adalah selalu adanya campur
                 tangan  birokrasi  yang  sangat  kuat.  Selama  pemerintahan  Orde  Baru,  sejarah
                 pengekangan  kebebasan  pers terulang  kembali  seperti  yang terjadi  pada  masa
                 Orde Lama. Beberapa media massa seperti Tempo, Detik, dan Editor dicabut surat
                 izin penerbitannya atau dengan kata lain dibreidel setelah mereka mengeluarkan
                 laporan investigasi tentang berbagai masalah penyelewengan yang dilakukan oleh
                 pejabat-pejabat negara.
                    Selain  itu, kebebasan berpendapat  menjadi  barang langka dan mewah.

                 Pemerintah  melalui  kepanjangan  tangannya  (aparat  keamanan)  memberikan
                 ruang yang terbatas kepada masyarakat  untuk berpendapat.  Pemberlakuan
                 Undang-Undang  Subversif  membuat  posisi  pemerintah  semakin  kuat  karena
                 tidak ada kontrol dari rakyat. Rakyat menjadi takut untuk berpendapat mengenai




                 62 | Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK                                                                                                                                              PPKn | 63
   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77