Page 18 - 28. PERAN DOKTER MOHAMAD SALEH DALAM MEMPERJUANGKAN DAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DI PROBOLINGGO Neat
P. 18

Modul Sejarah Kelas XI KD 3.6



                  anak  pribumi  agar  bisa  membantu  para  dokter  Belanda  sebagai  pekerja
                  vaksinator cacar (Neelakantan, V. 2014:190).

                         Maka  dibangunlah  Sekolah  Dokter  Jawa  di  Rumah  Sakit  Militer

                  Weltevreden  pada  bulan  Januari  1851  dengan  jangka  waktu  pendidikan  2

                  tahun. Selama masa penangan wabah tersebut Pemerintah Hindia Belanda

                  melakukan  berbagai  upaya  baik  berupa  pencegahan  dan  penanganan

                  maupun  propaganda  kesehatan  yang  dilakukan  oleh  Pemerintah  Kolonial


                  untuk  mengatasi  wabah  tersebut  (Zwierstra,  2009:  82).  Seorang  ahli
                  kesehatan  Belanda  HF.  Roll  mengusulkan  kepada  pemerintah  untuk


                  mendirikan  sekolah  kedokteran.  Kurikulum  yang  dicanangkan  saat  itu

                  menyerupai dengan kurikulum pendidikan sekolah kedokteran yang ada di

                  Eropa  (Cipta,  2020:173).  Atas  usulan  tersebut  kemudian  didirikannya

                  STOVIA (School tot Opleideng van Indische Artsen) dan NIAS (Nederlandsch

                  Indisch Artsenschool) pada tahun 1913.

                         Pieter  Bleeker  ditunjuk  sebagai  direktur  Sekolah  Dokter  Djawa  yang

                  pertama (Nurdianto, 2021:72). Syarat masuk Sekolah Dokter Djawa ada dua,

                  yaitu berasal dari keluarga yang baik dan mampu melakukan kegiatan baca

                  tulis dalam bahasa Jawa dan Melayu (Sari, 2013:168). Kemampuan baca tulis

                  dalam  bahasa  Jawa  dan  Melayu  inilah  poin  yang  cukup  sulit  untuk

                  dipenuhi  rakyat  pada  periode  tersebut.  Pada  pertengahan  tahun  1870-an

                  diganti dengan bahasa Belanda, karena para guru di sekolah tersebut yakin

                  bahwa  bahasa  Melayu  tidak  cukup  sebagai  bahasa  pengantar  ilmu

                  pengetahuan (Neelakantan, V. 2014:190).







                                                                                                        18
                 @2021, Universitas Jember, Pendidikan Sejarah
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23