Page 166 - S Pelabuhan 15.indd
P. 166
kain panjang dan sarung yang berbeda warnanya. Ladangnya sangat subur dan
memproduksi lebih banyak dari negeri lain. Hasil dari pulau ini adalah garam
yang dipanen dari air laut yang diuapkan dan arak yang dibuat dari aren.
Selain itu, hasil yang di per oleh dari pulau ini adalah katun, lilin kuning, kulit
(cangkang) penyu, buah pi nang, dan kain katun (mungkin yang dimaksud
adalah kain tenun) yang dihias dengan motif bunga. Barang-barang yang
diimport dari tempat lain adalah pot tembaga, besi tuangan, dan kain sutra dari
berbagai warna”.
Pulau Bangka sudah dikenal oleh para pelaut asing yang datang dari berbagai tem-
pat yang berhubungan dengan Śrīwijaya di Palembang. Pulau ini dengan Bukit
Menum bing-nya (Mandarin= Peng-chia shan; Portugis= Monopim) dapat dijadikan
pedoman untuk masuk menuju ibukota kerajaan (saat itu Kerajaan Palembang).
Hal ini disebabkan karena letaknya di mulut Sungai Musi yang merupakan jalur
lalu-lintas air dari dan ke ibukota Śrīwijaya dan Kerajaan/Kesul tanan Palembang.
Dengan berpedoman pada kenampakkan Bukit Menumbing para pelaut sudah
dapat memperkirakan berapa lama lagi mereka tiba di tempat tujuan, dan di wilayah
perairan itu mereka sudah harus berhati-hati agar kapalnya tidak kandas pada gosong-
gosong pantai pulau Sumatera.
Pelaut-pelaut Cina menggunakan Bukit Menumbing sebagai pedoman untuk
memasuki dae rah perairan Musi. Dalam peta Mao K’un yang dibuat oleh Ma-huan
pada sekitar awal abad ke-15, dise butkan nama Peng-chia Shan (shan= gunung) (Mills
1970). Nama ini oleh Wolters diidentifi kasi kan dengan Bukit Menumbing yang
Gunung Menumbing dari Selat
Bangka letaknya di sebelah baratlaut Pulau Bangka.
Berita Cina Shun-feng hsiang-sung memberikan
petunjuk:
“Ketika buritan kapal diarahkan ke Niu-t’ui-ch’in (pusat
bukit pada rang kaian perbukitan Menum bing), anda
dapat terus berlayar memasuki Terusan Lama (=Musi).
Garis daratan di hadapan Bangka terdapat tiga buah
terusan. Terusan yang di tengah (Terusan Lama) adalah
jalan yang benar. Di situ ada sebuah pulau kecil” (Wolters
tt).
154