Page 173 - S Pelabuhan 15.indd
P. 173

ATLAS  PELABUHAN-PELABUHAN  BERSEJARAH  DI  INDONESIA







            disebabkan oleh arus sungai yang tidak kuat dan daerah yang dilaluinya relatif datar

            (elevasi rendah), juga dikarenakan oleh adanya vegetasi mangrove atau bakau yang
            tumbuh dan berkembang baik di sepanjang pinggiran aliran sungai maupun di muara
            Sungai Menduk yang dapat menahan laju aliran sedimen ke laut.


            Sungai-sungai kecil yang bermuara di Sungai Menduk sekarang mempunyai ukuran
            lebar hanya sekitar 1-2 meter dengan ketebalan lumpur yang cukup tinggi. Dulunya
            sungai-sungai ini ukurannya cukup lebar dan dalam sehingga dapat dilayari oleh

            perahu-perahu kecil yang mengangkut hasil bumi, hasil tambang, dan hasil hutan
            penduduk desa Kota Kapur ke luar wilayah. Melihat luasnya daerah rawa dengan
            tumbuhan mangrove di sebelah utara “dataran” Kota Kapur menuju tepian sungai
            Menduk, diduga dulunya sungai Menduk mempunyai ukuran yang cukup lebar.

            Sekurang-kurangnya hingga daerah kaki sisi utara dataran Kota Kapur.

            Tinggalan budaya masa lampau yang terdapat di daerah seme nanjung atau dataran
            Kota Kapur menge lompok di sisi sebelah barat pada bidang tanah yang tingginya

            sekitar +20 Meter. Tinggalan budaya tersebut bertambah lagi dengan ditemukannya
            sisa batang -batang kayu yang dipasang vertikal (ditancapkan) dan horizontal
            (diikatkan pada batang vertikal) dari penelitian tahun 2013. Di bagian bawah batang

            kayu, pada dasar yang berlumpur ditemukan pecahan-pecahan tembikar. Tinggalan
            budaya ini ditemukan di sisi utara dataran Kota Kapur pada di tepi Air Pancur. Air
            Pancur pada saat ini sudah mengalami pendangkalan dengan ukuran lebar sekitar 2
            meter.


            Prasasti Kota Kapur adalah salah satu dari lima buah batu prasasti kutukan yang
            dibuat oleh Dapunta Hiyang, seorang penguasa dari Kadātuan Śrīwijaya. Prasasti
            ini dipahatkan pada sebuah batu yang berbentuk tugu bersegi-segi dengan ukuran

            tinggi 177 cm, lebar 32 cm pada bagian dasar, dan 19 cm pada bagian puncak. Batu
            kutukan ini ditulis dalam aksara Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno.


            Prasasti Kota Kapur adalah prasasti Śrīwijaya yang pertama kali ditemukan, jauh
            sebelum Prasasti Kedukan Bukit ditemukan pada 29 November 1920, dan bebe-
            rapa hari sebelumnya telah ditemu kan Prasasti Talang Tuo pada 17 November 1920.
            Orang yang pertama kali membaca prasasti ini adalah H. Kern, seorang ahli epigrafi

            bangsa Belanda yang bekerja pada Bataviaasch Genootschap di Batavia. Pada mula nya
            ia menganggap “Śrīwijaya” itu adalah nama seorang raja (Kern 1913, 214). Kemudian
                                                                                                               161
   168   169   170   171   172   173   174   175   176   177   178