Page 170 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 170
populisme pencitraan, tetapi harus dilaksanakan sesuai dengan
syarat substatif reforma agraria yakni terjadinya transformasi
atau perubahan relasi yang lebih berkeadilan di masyarakat.
Dalam buku ini, terdapat juga persoalan land market dengan
terjadinya jual beli lahan sebagaimana yang menjadi kritik Lahiff,
Borras,& Kay (2007) dalam Market-Led Agrarian Reform: Policies,
Performance and Prospects. Tulisan ini melakukan kritik terhadap
reforma agraria yang dijalankan oleh pasar yang membuat
reforma agraria yang dijalankan tidak memberikan manfaat bagi
perubahan struktur masyarakat yang miskin. Pembedanya land
market yang terjadi di Cipari bukanlah didasarkan pada pemikiran
besar tentang ideologi neoliberal, tetapi lebih pada pemanfaatan
aktor pembeli lahan yang mempunyai kedekatan dengan
pemerintahan desa dengan maksud mendapatkan imbalan atas
bantuan uang muka untuk kompensasi. Hal ini dibuktikan dengan
para pembeli lahan tidak bisa menggarap lahannya, meskipun
mereka mempunyai sertifikat atas lahan tersebut. Selain itu,
jual beli lahan tersebut bukan dalam kerangka pembangunan
infrastruktur dan kepentingan ekonomi kapitalis besar.
Buku ini juga memberikan kontribusi akademis terkait reforma
agraria dalam ranah ilmu administrasi dan kebijakan publik, serta
manfaat praktik dalam pembangunan desain kebijakan dan
implementasi reforma agraria yang genuine. Kontribusi akademis
dari penelitian ini adalah mengupayakan agar konsepsi reforma
agraria kembali ke substansinya, yakni terjadinya perubahan
relasi di masyarakat. Dari penelitian ini, tampak bahwa reforma
agraria tidak berjalan sesuai dengan hal yang diharapkan karena
ketidaksesuaian antara perumusan kebijakan teknokratis dengan
artikulasi kepentingan rakyat. Pada gilirannya ketidaksesuaian
tersebut berakibat kebijakan yang ada justru berimplikasi buruk.
Epilog 153