Page 11 - Laporan Observasi Macan Tutul Gunung Sawal
P. 11
3. Vegetasi
Gunung Sawal memiliki nilai sangat tinggi dari sudut Konservasi Sumber
Daya Alam (SDA) Hayati tempat hidup bagi flora dan fauna langka khas Jawa
Barat. Kondisi ekologi yang terdapat di Gunung Sawal memiliki kondisi alam yang
memungkinkan banyaknya potensi hayati flora dan fauna yang melimpah, namun
belum banyak potensi hayati yang terungkap secara luas. Potensi yang ada baru
dapat ditunjukkan dengan indikator banyaknya wisata alam yang datang di sekitar
gunung sawal sehingga menggambarkan adanya potensi hayati yang dapat
dieksplorasi lebih luas.
Wisata alam yang terdapat di gunung sawal sangat beragam baik dari segi
perairan maupun hutannya dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Seperti pada
wisata alam di hutan Suaka Margasatwa Gunung Sawal (SMGS). Pada saat
observasi lapangan terdapat beberapa macam flora seperti tumbuhan paku, lumut,
pohon swangkung, palem-paleman, Kaliandra, Rasamala, Jamuju dan masih banyak
tumbuhan lannya. Selain itu, terdapat habitat fauna (binatang) langka yang ada di
kawasan pegunungan lainnya, diantarnya di gunung sawal menurut hasil observasi
yang sudah dilakukan terdapat 6 macam macan tutul diantaranya terdapat 1 anak
macan kumbang, 1 macan indukan, 1 macan tutul, 1 macan pejantan dan macan tutul
(abah) yang sudah mati.
C. Upaya Konservasi yang dilakukan
Berdasarkan wawancara dengan narasumber dari pihak BKSDA Wilayah III
Kabupaten Ciamis, bagian Penyuluh Kehutanan, Sari Gendaresmi menerangkan bahwa
BKSDA memiliki peran dan tanggung jawab penuh terhadap kelestarian satwa yang ada
di Suaka Margasatwa Gunung Sawal, termasuk Panthera pardus melas. Beliau
menuturkan bahwa BKSDA sedang berupaya dalam pengelolaan konservasi Panthera
pardus melas seperti membatasi kegiatan di Kawasan konservasi terkecuali mendapatkan
SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) dari BKSDA, dan sepengetahuan
Resort Suaka Marga Satwa Gunung Sawal serta memberitahukan SIMAKSI ke Kantor
Seksi VI Tasikmalaya BBKSDA Jawa Barat. Syarat izin ini bertujuan untuk membatasi
kegiatan di kawasan konservasi demi keselamatan dan keamanan pengunjung dan satwa.
Adapun kegiatan yang bisa memasuki kawasan konservasi tiadak lain untuk
melakukan kegiatan penelitian yang memiliki implikasi terhadap peningkatan upaya
konservasi. Hal ini selaras dengan Gunawan (2019) yang menerangkan bahwa Indonesia
pada tahun 1974 memiliki perhatian terhadap konservasi yang ditandai dengan dengan
6