Page 61 - ski kls 9
P. 61
Sultanpun mengutarakan goresan hatinya kepada kedua orang tua Muh. Arsyad. Pada mulanya
Abdullah dan istrinya merasa enggan melepas anaknya yang tercinta. Tapi, demi masa depan sang
buah hati yang diharapkan menjadi anak yang berbakti kepada agama, negara dan orang tua, maka
diterimalah tawaran sultan tersebut. Kepandaian Muh. Arsyad dalam membawa diri, sifatnya yang
rendah hati, kesederhanaan hidup serta keluhuran budi pekertinya menjadikan segenap warga istana
sayang dan hormat kepadanya. Bahkan, sultanpun memperlakukannya seperti anak kandung sendiri.
Setelah dewasa beliau dikawinkan dengan seorang perempuan yang solehah bernama tuan “Bajut”,
seorang perempuan yang taat lagi berbakti pada suami sehingga terjalinlah hubungan saling pengertian
dan hidup bahagia, seiring sejalan, seia sekata, bersama-sama meraih ridha Allah semata. Ketika
istrinya mengandung anak yang pertama, terlintaslah di hati Muh. Arsyad suatu keinginan yang kuat
untuk menuntut ilmu di tanah suci Makkah. Maka disampaikannyalah hasrat hatinya kepada sang istri
tercinta.
Meskipun dengan berat hati mengingat usia pernikahan mereka yang masih muda, akhirnya Siti
Aminah mengamini niat suci sang suami dan mendukungnya dalam meraih cita-cita. Maka, setelah
mendapat restu dari sultan berangkatlah Muh. Arsyad ke Tanah Suci mewujudkan cita-citanya.
Deraian air mata dan untaian do’a mengiringi kepergiannya.
Di Tanah Suci, Muh. Arsyad mengaji kepada Syaikh-syaikh terkemuka pada masa itu. Di antara guru
beliau adalah Syaikh ‘Athoillah bin Ahmad al Mishry, al Faqih Syaikh Muhammad bin Sulaiman al
Kurdi, dan al ‘Arif Billah Syaikh Muhammad bin Abd. Karim al Samman al Hasani al Madani.
Syaikh yang disebutkan terakhir adalah guru Muh. Arsyad di bidang tasawuf, di mana di bawah
bimbingannyalah Muh. Arsyad melakukan suluk dan khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya
dengan kedudukan sebagai khalifah.
Menurut riwayat, Khalifah al Sayyid Muhammad al Samman di Indonesia pada masa itu, hanya
empat orang, yaitu Syaikh Muhammad Arsyad al Banjari, Syaikh Abd. Shomad al Palembani
(Palembang), Syaikh Abd. Wahab Bugis dan Syaikh Abd. Rahman Mesri (Betawi). Mereka berempat
dikenal dengan “Empat Serangkai dari Tanah Jawi” yang sama-sama menuntut ilmu di al Haramain
al Syarifain.
Setelah lebih kurang 35 tahun menuntut ilmu, timbullah kerinduan pada kampung halaman. Terbayang
di pelupuk mata indahnya tepian mandi yang diarak barisan pepohonan aren yang menjulang.
Terngiang kicauan burung pipit di pematang dan desiran angin membelai hijaunya rumput. Terkenang
akan kesabaran dan ketegaran sang istri yang setia menanti tanpa tahu sampai kapan penantiannya
akan berakhir. Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muh. Arsyad di kampung
halamannya Martapura pusat Kerajaan Banjar pada masa itu.
Terdapat kisah menarik ketika Muh. Arsyad baru pulang dari tanah Arab. Ketika memasuki wilayah
Nusantara, daerah yang mereka lewati pertama kali di Sumatera yaitu Palembang, kampung halaman
Syaikh Abdus Samad Al Falimbani. Kemudian perjalanan dilanjutkan menuju Betawi, yaitu kampung
55
Sejarah Kebudayaan Islam - Kelas IX
ski siswa kls 9.indd 55 6/16/16 7:30 PM