Page 178 - Cerdas-Cergas-Berbahasa-dan-Bersastra-Indonesia-untuk-SMA-Kelas-10
P. 178

Kadang, saking tak sabarnya menunggu dijemput ibu, aku
                        menangis. Seperti sore ini. Mbak Ratih pun selalu tahu apa yang
                        harus dilakukan. Ia memberiku mainan dan permen agar air mataku
                        tak jatuh lagi.
                            Tapi, aku tetap menangis. Aku berjanji pada diriku sendiri akan
                        menghentikan tangisanku jika ibu sudah menjemputku. Kupandangi
                        terus pintu ruangan yang berwarna-warni dan ada berbagai lukisan-
                        lukisan dan gambar-gambar lucu itu. Ibu belum juga datang.
                            Ibu mengatakan, sayang sekali padaku setiap waktu. Katanya,
                        aku anak paling ganteng sedunia. Berkulit putih, berambut lurus,
                        dan calon pilot yang menerbangkan pesawat yang amat besar. Tapi,
                        kenapa setiap hari ia meninggalkanku dan menitipkanku di tempat
                        ini. Walaupun tempat ini lebih indah daripada rumahku, tapi akan
                        lebih indah jika bersama ibu saja, bukan bersama Mbak Ratih.
                            Ibuku bekerja di bank. Kata ibu, ia bekerja untuk membelikanku
                        mainan yang banyak, permen, dan cokelat kesukaanku. Aku senang
                        sekali mendengar itu.
                            Dulu, aku sempat dititipkan di rumah kakek dan nenek di
                        kampung. Yang jaraknya jauh sekali dan berjam-jam kalau naik bus.
                        Tapi, aku tak ingin bersama kakek dan nenek, aku tetap ingin bersama
                        ibu.
                            Jadi, kukeluarkan teriakan dan air mata selama dua hari berturut-
                        turut. Akhirnya, usahaku berhasil, ibu menjemputku lagi. Dan
                        membawaku kembali ke kota.
                            Ayahku sudah tak pernah kelihatan lagi. Suatu ketika, aku sangat
                        kangen dengan ayahku. Di ruang tamu rumah kakek dan nenek, kami
                        berkumpul.
                            “Ibu, di mana ayah?” tanyaku.
                            “Ayah pergi bekerja jauh sekali,” jawab ibu.
                            “Bekerja ke mana kok ayah tidak pulang, Bu?” tanyaku lagi
                            “Ayahmu bekerja ke negeri yang jauh, pulangnya lama sayang,”
                        kata nenek.
                            “Ayah ingin membangunkan kita rumah yang terbuat dari
                        permen dan cokelat sayang, sambung ibu, Mari kita doakan ayah
                        semoga ayah selalu bahagia di sana!” kata ibu sambil mengusap-usap
                        kepalaku.
                            Aku hanya mengangguk-angguk. Dan tak mau bertanya lagi
                        kepada mereka. Sebab, aku tidak ingin melihat kakek, nenek, dan ibu
                        menangis. Aku heran, kenapa orang yang bekerja harus ditangisi?






                                                  Bab 6  Berkarya dan Berekspresi Melalui Puisi    161
   173   174   175   176   177   178   179   180   181   182   183