Page 181 - Level B1_Isi APa yang lebih seru? SIBI.indd
P. 181
“Ih, kamu atuh yang berangkat. Baru juga duduk.” berenang di Sungai Ciwulan, merasakan tekstur
Jalu mendengar lontaran ketus Ijad dari layar bebatuan kali yang berserak di dalamnya. Jalu bahkan
ponselnya. Layar persegi yang awalnya dipenuhi wajah merindukan setiap detail yang ada di Kampung Naga.
Ijad, kini dipenuhi gambar rambut. Ijad sedang menoleh Kampungnya yang hening. Kampung yang berada di
ke arah Utari di belakangnya. Selanjutnya, bisa ditebak. balik pepohonan dan hiruk-pikuk kota.
Ijad dan Utari saling berdebat dan berseteru. Rasa rindu itu membuat Jalu seperti melihat
Jalu tertawa melihat Utari naik pitam mendengar Kampung Naga di mana-mana. Dia selalu
jawaban Ijad. Jalu kangen berada di antara dua membandingkan ini dan itu, tanpa diminta. Dan
sahabatnya. Dia merindukan saat-saat sibuk melayani itu membuat rindunya kian membuncah. Termasuk
pesanan, berdiskusi, bahkan berdebat dengan Ijad kunjungannya ke Desa Shirakawa, kali ini.
dan Utari. Dia bahkan merindukan tekstur anyaman “Bah,” kata Jalu tersendat.
bambu, solatip untuk merekatkan pembungkus, dan “Abah tahu,” timpal Abah seraya tersenyum. “Anak
bunyi ‘ting’ tanda pesanan datang. Abah sudah besar.”
Ambu. Uwak Tatang. Tetangga.
Jalu merindukan sayur gembrung buatan Ambu.
Jalu juga merindukan keterlibatannya di setiap upacara T A M A T
hajat sasih, menjadi asisten Uwak Tatang. Jalu bahkan
merindukan senyum para tetangga yang selalu ramah
padanya, menanyakan kabar, juga selalu penasaran
dengan apa yang dilakukannya. Meski tampak terlalu
kepo, tetapi Jalu merasa lebih baik dibandingkan
di Jepang. Orang-orang Jepang tidak gampang
tersenyum pada orang asing. Itu membuatnya merasa
makin terasing.
Hutan Biuk. Sungai Ciwulan. Kampung Naga.
Jalu merindukan tebak-tebakan suara alam
yang dibocorkan oleh Hutan Biuk. Dia merindukan
172 Mengejar Epilog 173
Haruto