Page 13 - Modul Ajar IPS 8 Genap
P. 13
■ Perang Diponegoro (1825-1830)
Perang Diponegoro merupakan salah satu perang besar yang dihadapi
Belanda. Campur tangan Pemerintah Hindia Belanda dalam urusan Kraton
Yogyakarta menimbulkan kegelisahan rakyat. Pajak-pajak yang diterapkan
pemerintah Hindia Belanda dan kebijakan ekonomi lainnya menjadi sumber
penderitaan rakyat dan ikut melatarbelakangi Perang Diponegoro.
Salah satu bukti campur tangan politik Belanda adalah dalam urusan
politik Kraton Yogyakarta terjadi ketika Hamengkubuwono IV wafat pada
tahun 1822. Beberapa tindakan Belanda yang dianggap melecehkan harga
diri dan nilai-nilai budaya masyarakat menjadi penyebab lain kebencian
rakyat kepada Belanda. Sebagai contoh, saat membangun jalan baru pada
bulan Mei 1825, Belanda memasang patok-patok pada tanah nenek moyang
Diponegoro.
Terjadi perselisihan saat pengikut Diponegoro Patih Danureja IV
mencabuti patok-patok tersebut. Belanda mengutus prajurit untuk
menangkap Pangeran Diponegoro dan perang tidak dapat dihindarkan.
Pada tanggal 20 Juli 1825, Tegalrejo, yang menjadi wilayah Diponegoro,
direbut dan dibakar Belanda. Untuk menghadapi perlawanan Diponegoro,
Belanda menerapkan siasat Benteng Stelsel sehingga mampu memecah
belah jumlah pasukan musuh. Belanda pun menangkap Kyai Maja dan
Pangeran Mangkubumi. Belanda kemudian juga meyakinkan Panglima
Sentot Prawiryodirjo untuk membuat perjanjian perdamaian. Pada Maret
1830, Diponegoro bersedia mengadakan perundingan dengan Belanda di
Magelang, Jawa Tengah. Perundingan tersebut ternyata siasat untuk
menangkap Diponegoro. Akhirnya, Diponegoro diasingkan ke Manado,
kemudian ke Makassar hingga wafat tahun 1855. Setelah berakhirnya
Perang Jawa (Diponegoro), tidak ada lagi perlawanan yang besar di Jawa.
Membaca Teks

