Page 3 - KLIPINGBELMAWA30032019(PAGI)
P. 3
wajib mencapai Indeks Prestasi Kumulutaif (IPK) minimal 3,00. Luhut menilai peraturan tersebut bertentangan dengan Pasal 2 ayat 1 UU nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat.
Pasal itu berbunyi bahwa yang dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti PKPA yang dilaksanakan oleh organisasi advokat.
Selain itu, peraturan menteri tersebut juga bertentangan dengan Putusan MK nomor 95/PUU-XIV/2016 yang menguatkan UU Advokat, bahwa organisasi profesi berhak menggelar PKPA bekerja sama dengan perguruan tinggi.
"Jadi peraturan itu seakan-akan tugas kami diambil alih. Padahal sebenarnya putusan MK yang dikeluarkan kami sudah melaksanakannya. Contohnya di Malang PKPA bekerja sama dengan Universitas Wisnuwardhana," jelasnya.
Sehingga, peraturan menteri tersebut diakui Luhut seolah-olah menimbulkan ketidakpastian. Sebab, peraturan yang diteken Menristekdikti, Mohamad Nasir itu seakan-akan mengambil kewenangan organisasi profesi advokat.
"Ini jadi perbincangan kami di Rakernas. Kalau sikap kita adalah menghormati peraturan tersebut. Kita tidak boleh menutup diri demi pendidikan advokat menjadi lebih baik. Kita tidak alergi dengan keikutsertaan Kemenristekdikti," ungkapnya.
Hanya saja, PERADI RBA tidak akan mengajukan Yudisial Review begitu saja untuk peraturan ini. Luhut mengaku pihaknya ingin mengambil jalur dialog dengan Kemenristekdikti terlebih dahulu, untuk menggali sejumlah keterangan.
"Pendekatan dialogis. Barangkali iktikadnya baik. Bisa saja karena miskomunikasi," terangnya.
Untuk diketahui, PERADI RBA menggelar Rakernas di Hotel Amarta Hills, Kota Batu, Jawa Timur, Jumat 29 Maret hingga Sabtu 30 Maret 2019. Agenda rutin tahunan ini diikuti sekitar 200 advokat dari 33 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) di seluruh Indonesia.
(CEU)