Page 7 - KLIPINGBPPT08052019(SORE)
P. 7

ada keterlibatan manusia langsung dari mesin.
Bisa Anda jelaskan seperti apa mekanisme perangkat e-voting ini?
Jadi ketika dia sudah diverifikasi menggunakan KTP elektronik maka sudah hadir statusnya maka dia mendapatkan kartu token. Ini ketika diberikan kemudian pemilih menuju ke bilik. Di bilik kemudian kartu ini tidak harus dia masukkan sendiri bisa dibantu panitia, jadi benar-benar pemilih itu dimudahkan. Nanti ketika masuk bilik sudah bisa melihat surat suara. Kemudian ada suaranya "silahkan memilih". Satu TPS lengkap, kalau kita pemilih, di bilik itu kan antara 500-800 pemilih. Padahal kalau di pilkades itu bisa 1.000 – 2.000 dan bisa selesai sampai jam empat sore karena kan cepat, tidak perlu hitung-hitung lagi. Kalau misalnya di pilkades bisa selesai jam tiga, itu bisa menampung, mesinnya sih bisa tidak terbatas, berapapun bisa. Yang membatasi waktu. Jadi kalau 500 pemilih aja jam 11 juga selesai, tapi ini kan kalau aturannya jam 1 tutup, jadi langsung selesai.
Berapa biaya untuk satu perangkat?
Perangkatnya itu satu TPS itu kira-kira 50 jutaan tapi ingat ketika pemilu kita nasional menggunakan perangkat elektronik membutuhkan kesiapan pola pembiayaan. Persiapan pembiayaan ini tentu satu kesatuan dengan penyelengara. Penyelenggara mengusulkan anggaran, tetapi pengusulan anggaran ini tentu beda dengan menggunakan kertas. Kertas sekali pakai habis, ini sekali pakai perangkatnya bisa dipakai berkali-kali. KPU menyelenggarakan empat kali pemilihan umum yaitu pileg, pilpres, pilgub, dan pemilihan bupati/ walikota, empat. Jadi setiap lima tahun sekali kita penduduk Indonesia milih lima kali. Jauh lebih hemat, oleh karenanya kita sering kali di berbagai Negara "Oh itu sekarang pakai peralatan elektronik tapi kembali lagi ke manual". Kenapa mereka kembali lagi ke manual? Itu bukan karena teknologinya tetapi karena mereka belum merubah proses bisnisnya. Proses bisnisnya masih sama seperti proses manual, yaitu setiap kali pemilu tender. Elektronik kok ditender. Makanya ini terjadi seperti yang di Jerman kembali ke manual, Venezuela, Filipina yang berganti-ganti teknologi. Dulu pakai e-voting kemudian e-counting. Jadi usulan kami, perspektif kami, lihatlah India. Penduduk India hampir satu miliar kan tetapi pemilu elektroniknya itu berkelanjutan dan baik, kenapa? Perangkatnya diperbaiki secara fungsional, untuk masyarakatnya sih tetap, tetapi fungsinya lebih aman. Yang tadinya ga ada struknya jadi ada struknya, itu karena KPU India didukung oleh satu industri nasional mereka namanya ECIL (Electronic Corporation India Limited) jadi di ECIL ini sebagai BUMN nya India itu tugasnya mendistribusikan perangkat, menarik kembali, menyimpan, memelihara, dan mengembangkan. Sekarang KPU mau tidak seperti itu? Kan tidak perlu tender kertas lagi.
Jadi saat ini BPPT tinggal menunggu bola dari KPU saja?


































































































   5   6   7   8   9