Page 22 - Perjuangan Pondok Pesantren Lirboyo Dalam Peristiwa 10 November 1945 Terbaru
P. 22

bahwa  pertempuran  di  Surabaya  tidak  lepas  dengan  peristiwa  yang
        mendahuluinya,  yaitu  usaha  perebuatan  kekuasaan  dan  senjata  dari

        tangan jepang yang dimulai pada tanggal 2 September 1945. Perebutan
        kekuasaan dan senjata ini membangkitkan suatu pergolakan sehingga

        berubah  menjadi  situasi  revolusi  yang  konfrontatif  Berita  akan
        mendaratnya tentara NICA pada tanggal 25 Oktober 1945 di Surabaya

        dikabarkan  pertama  oleh  Menteri  peperangan  Amir  Syarifuddin  dari
        Jakarta.

               Berita itu menyebutkan tugas tentara sekutu di Indonesia, yaitu
        menyangkut orang Jepang yang sudah kalah perang, dan orang asing

        yang ditawan pada zaman Jepang. Menteri berpesan agar pemerintah
        daerah  Surabaya  menerima  baik  dan  menbantu  tugas  sekutu.  Sikap

        politik  pemerintahan  pusat  tersebut  sulit  diterima  rakyat  Surabaya
        pada  umumnya.  Rakyat  Surabaya  mencurigai  kedatangan  Inggris
        sebagai  usaha  membantu  mengembalikan  kolonialisme  Belanda  di

        Indonesia.  Tentara  sekutu  yang  dipimpin  AWS  Mallaby  mendarat  di
        Tanjung Perak Surabaya (Sudiro dalam Dwiatmika, 2018: 48).

               Inggris  merupakan  salah  satu  negara  terkuat  di  dunia  pastinya
        tidak  terima  bahwa  pejuang  Surabaya  telah  membantai  banyak

        serdadunya, apalagi seorang Brigadir-Jendralnya juga tertembak mati.
        Dalam  kacamata  mereka,  pembantaian  pasukan  Inggris  dilakukan

        dengan  cara  yang  brutal,  bagian-bagian  tubuh  mereka  dilempar  ke
        dalam sungai atau dicecerkan di pinggir jalan, belum lagi massa juga

        membunuh  warga  sipil  Belanda  pada  tanggal  28  sampai  29  Oktober
        1945.

               Inggris merasa penghinaan kepada rakyat Surabaya dalam skala
        besar  seperti  ini  tentu  tidak  bisa  dibiarkan  begitu  saja.  Rakyat
        Surabaya tahu mereka telah mengundang “badai”, tapi mereka cemas

        juga  saat  “menanti  badai.”  Kecemasan  ini  semakin  menjadi  ketika

        mereka tahu bahwa, atas desakan pemimpin nasional, musuh dibiarkan
        memanfaatkan gencatan senjata untuk memperkuat diri.
   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27