Page 14 - Transformasi Melayu Islam di Kota Jambi Pada Masa Kolonial
P. 14
C. Sejarah Masuknya Colonial Belanda Di
Kota Jambi
Saat jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 membuat kehidupan berpindah
ke pelabuhan Jambi, Palembang dan Banten, sehingga dalam bagian kedua abad XVI
mengalami perkembangan yang pesat. Ekspansi Aceh dengan sistem monopolinya dan
kemudian dengan kedatangan-pedagang Barat, menjadi pemicu faktor pendorong bagi
pertumbuhan pelabuhan-pelabuhan tersebut. Jambi yang notabenenya sebagai daerah kecil
muncul sebagai pengekspor penting karena daerah pedalamannya sampai Minangkabau
adalah penghasil lada yang sangat besar. Di sebelah utara, Jambi menghadapi bahaya
ekspansi dari Kerajaan Aceh. Yang mana saat itu Portugis telah menaklukkan kerajaan
Kedah, Perak, Pahang dan Johor, kemudian Tiku dan Pariaman di Pantai Barat Sumatera.
Jadi ada dua ancaman langsung yang terjadi saat itu. Pihak Portugis maupun VOC sama
sekali tidak menghendaki Jambi takluk di tangan Aceh. Pelabuhan Jambi sebagai ekspor
lada dan pada pihak lain yang menjadi pengimpor beras dan garam, masih bergantung pada
Jawa (Demak Mataram). Pengaruhnnya masih sangat kuat selama bagian abad XVII. Pada
umumnya kerajaan ini tidak mengadakan perlawanan dengan berperang, namun agitasi
sering kali dilancarkan dan terutama pada abad XVII dengan diperkuat semangat
keagamaan anti kafir.
Kontak pertama Jambi-bangsa Belanda sebenarnya telah terjadi jauh sebelum 1830,
dalam hal ini yang dimaksud Belanda adalah Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).
Pada 1615 Jan Pieterzoon Coen, gubernur jenderal serikat dagang itu, mengirim dua kapal
ke Jambi di bawah pimpinan kepala perwakilan dagang (opperkoopman) Sterck. Tujuan
kunjungan adalah menyelidiki kemungkinan perdagangan di Jambi. Pada tahun- tahun itu,
di Nusantara terjadi persaingan perdagangan antara Portugis-Inggris-Belanda.
Sebagai pendatang baru, Belanda harus pandai bersiasat. Kedatangannya ke Jambi
8 / Transformasi Melayu Islam di Kota Jambi Pada Masa Kolonial