Page 141 - KM PPKN-BS-KLS-IX
P. 141

fasih berbahasa Jawa kromo atau halus. Nia menuturkan, di rumah,
                 anaknya sering berbahasa Jawa halus, baik untuk meminta maupun
                 mengekspresikan sesuatu. Sekarang, Gibran tengah kuliah di Yogyakarta.
                     ”Kami tidak melarang, bahkan mendukung dia. Dari menunggui
                 Gibran belajar mendalang, saya jadi tahu ada bahasa Jawa kromo, Jawa
                 ngoko. Tetapi kalau dia sudah ngomong bahasa Jawa kromo, saya minta,
                 tolong dong, terjemahkan,” kata Nia.

                 Metafora
                 Di mata Hartati, seniman tari dari Minang, banyak metafora yang
                 berharga dalam bahasa ibunya sehingga dia sebisa mungkin
                 mengajarkan     bahasa   Minang    kepada   anak-anaknya.    Metafora
                 berbahasa Minang ”raso     jo  pareso” kerap ia sampaikan di tengah
                 keluarga. Metafora itu menanamkan cara berinteraksi dengan
                 orang lain, yakni tahu dan menghargai lawan bicara dengan tidak
                 menyinggung perasaannya.

                     Hartati mengungkapkan metafora lain, ”lawak    di  awak  katuju  dek
                 urang”. ”Ini ajaran toleransi, betapa kita harus menimbang kata dan
                 tindakan agar tidak berbuat salah dan menyinggung perasaan orang
                 lain,” ujar Hartati.
                     Di tengah aneka etnik di Jakarta, berbahasa ibu juga menyejukkan
                 perasaan Beiby Sumanti, seniman musik tradisional Minahasa dan aktivis
                 sosial asal Tondano, Sulawesi Utara. Ia merantau ke Jakarta sejak 1979
                 dan selalu menggunakan bahasa ibunya untuk berkomunikasi sehari-
                 hari. Tahun 1989, Beiby mendirikan Sanggar Bapontar, sanggar musik
                 kolintang.

                     ”Sejak awal kami berkomitmen bersama untuk selalu menggunakan
                 bahasa Manado. Ada perasaan kedekatan sebagai keluarga. Bagi sesama
                 perantauan, bahasa Manado jadi obat home     sick  atau rindu kampung
                 halaman,” ucapnya.
                     Beiby membuat kaos dengan tulisan bahasa Manado ”kita bukang
                 kaki gatal maar suka bapontar” untuk souvenir dan mendapatkan
                 tanggapan bagus dari rekan-rekannya. Tulisan itu bermakna ’kaki kita
                 (saya) bukan gatal, tetapi senang jalan-jalan’. ”Ini bermakna tentang
                 kesukaan merantau atau menjelajah ke luar Manado,” imbuh Beiby.



                                  Bab 4 | Menjaga dan Melestarikan Tradisi, Kearifan Lokal, serta
                                                                                      127
                                  Budaya dalam Masyarakat Global
   136   137   138   139   140   141   142   143   144   145   146