Page 52 - Modul Dasar-dasar pewarisan sifat
P. 52
3.2 Meiosis
Reproduksi pada organisme diploid menghadirkan masalah teknik yang
menarik. Gamet hewan haploid atau spora tanaman dengan separuh jumlah
DNA induk harus dibentuk dari sel diploid, sehingga ketika gamet berfusi,
jumlah diploid dan jumlah total DNA dapat dipulihkan. Selain itu, proses
separuh bilangan diploid harus menghasilkan satu salinan dari setiap
kromosom yang ada di sel haploid sehingga fusi gamet mengembalikan dua
salinan dari setiap kromosom. Hanya memisahkan kromosom secara acak
menjadi dua kelompok berukuran sama tidak akan mencapai tujuan ini.
Dari segi teknik, diperlukan suatu metode untuk mengenali kromosom
homolog. Selanjutnya, sebuah proses harus memindahkan satu dari setiap
pasangan homolog ke dalam setiap sel anak. Sel telah memecahkan ini
dengan memasangkan kromosom homolog melalui peralatan spindel. Tapi
ada satu komplikasi.
Sel yang memasuki meiosis telah mereplikasi kromosomnya, seperti
pada mitosis. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan jumlah haploid dan
separuh jumlah DNA (haploid), diperlukan dua divisi inti, dengan tanpa
intervensi langkah replikasi DNA. Akibatnya, meiosis adalah proses dua
pembelahan yang menghasilkan empat sel haploid dari setiap sel induk
diploid. Kedua divisi ini dikenal sebagai meiosis I dan meiosis II.
Mitosis dapat terjadi pada sel haploid atau diploid, tetapi meiosis
terbatas pada sel diploid. Pada hewan dan tumbuhan, meiosis hanya terjadi
pada jenis sel tertentu, yaitu sel germinal. Organisme haploid, seperti jamur,
juga bisa mengalami meiosis. Namun, dua sel haploid terlebih dahulu harus
berfusi untuk membentuk sel diploid yang kemudian memasuki meiosis. Kami
akan menjelaskan siklus hidup yang berbeda ini setelah kami membahas
mekanisme umum meiosis.
Profase I
Ahli sitogenetik telah membagi profase meiosis I menjadi lima tahap
untuk membedakan berbagai peristiwa yang dialami kromosom. Kelima
tahapan tersebut diberi nama: leptonema, zygonema, pachynema,
49