Page 231 - My FlipBook
P. 231
Isu-Isu Keummatan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan Universal
dengan Islam seperti belakangan ini, selalu dapat disebut sebagai sifat ghuluw
kecuali bila orang atau kelompok yang disebut seperti itu benar-benar telah
melanggar batasan-batasan al-Qur’an atau as-Sunnah 110 .Selama ini labelisasi
Barat ataupun rezim penguasa khusunya di Indonesia dalam beberapa kasus yang
telah terjadi tak lebih sebagai propaganda dalam melangengkan kekuasaan dan
bahkan upaya pelemahan terhadap nilai-nilai aqidah dan kesempurnaan agama
Islam. Pernyataan ini didasarkan pada kenyataan bahwa pasca tragedi WTC,
Amerika dan sekutunya telah mencabik-cabik negaraIslam di beberapa wilayah
Timur tengah dengan dalih perang terhadap terorisme. Mereka juga menetapkan
standarganda kepada Israel yang selama ini jelas-jelas melanggar HAM dan
menjajah Palestina tanpa embel-embel teroris. Adapun organisasi seperti Hamas
justru dilabeli sebagai organisasi teroris padahal mereka berjuang terhadap
penjajah. Kasus seperti itu setidaknya menjadi pertimbangan bahwa apa yang
menurut Amerika atau Barat sebagaighuluw (ekstrim) tidaklah menjadi standar
untuk menjastifikasi bahwa setiap yang dilakukan oleh individu atau kelompok
Islam disebut ghuluw dengan berbagai istilah yang dibuatnya. Mengingat ghuluw
dalam Islam adalahsegala bentuk perbuatan yang melampaui batas dan keluar dari
batasan ajaran agama Islam yang telah Allah tetapkan dalam al-Qur’an, maupun
apa yang telah Rasul ajarkan dan contohkan dalam hadist, sebagai sumber utama
agama Islam.Wallahu a’lam
110 Pelanggaran yang dimaksud adalah perbuatan yang mengarah pada sifat ghuluw bahkan
mengara pada kekafiran, berupa: ingkar pada prinsip-prinsip dasar akidah seperti rukun iman,
menghalalkan sesuatu yang dalam ijma’ umat Islam telah diharamkan Allah atau sebaliknya
mengharamkan apa yang dihalalkan, mencela dan merendahkan nama atau sifatAllah, serta
menghina salah satu dari Nabi dan Rasul-Nya, mencela agama, kitab dan sunnah, mengaku bahwa
seseorang mendapat wahyu, mengutamakan hukum manusia dari hukum Allah.Lihat Sayid Sabiq,
Fiqih Sunnah, II/288-289.
219