Page 455 - My FlipBook
P. 455

Tantangan Pemikiran dan Ideologi Klasik & Kontemporer


           dari  gugatan  kaum  aktivis  gender  dari  UIN  Yogya.  Dalam  aspek  ibadah  misalnya,
           dipersoalkan: mengapa azan harus dilakukan oleh laki-laki; mengapa wanita tidak boleh
           menjadi imam shalat bagi laki-laki; mengapa dibedakan cara mengingatkan imam yang
           salah  bagi  makmum  laki-laki  dan  makmum  wanita;  mengapa  shaf  wanita  harus  di
           belakang; mengapa imam dan khatib shalat Jumat harus laki-laki.
                   Masih dalam aspek ibadah, digugat juga persoalan pembedaan jumlah kambing
           aqidah bagi anak laki-laki dan wanita. Dalam masalah haji, digugat  keharusan wanita
           ditemani  oleh  mahramnya,  sedangkan  laki-laki  tidak.  Juga,  dipersoalkan  pembedaan
           pakaian ihram bagi jamaah haji laki-laki dan wanita. Dalam urusan rumah tangga, digugat
           keharusan  istri  untuk  meminta  izin  suami  jika  hendak  keluar  rumah.  Dalam  masalah
           pernikahan, misalnya, digugat juga ketiadaan hak talak bagi wanita. ”Talak seharusnya
           merupakan hak suami dan istri, artinya kalau memang suami berbuat salah (selingkuh),
           istri punya hak mentalak suami.” (hal. 175).  Tak hanya itu, buku ini juga menggugat
           tugas seorang Ibu untuk menyusui dan mengasuh anak-anaknya. Ditulis dalam buku ini:
                   ”Seorang  Ibu  hanya  wajib  melakukan  hal-hal  yang  sifatnya  kodrati  seperti
                   mengandung dan melahirkan. Sedangkan hal-hal yang bersifat diluar qodrati  itu
                   dapat dilakukan oleh seorang Bapak. Seperti mengasuh, menyusui (dapat diganti
                   dengan botol), membimbing, merawat dan membesarkan, memberi makan dan
                   minum dan menjaga keselamatan keluarga.” (hal. 42-43).
                   Beginilah  cara  berpikir  kaum  gender  di  lingkungan  UIN  Yogya.  Kita  bisa
           bertanya kepada kaum gender itu, jika menyusui anak bukan tugas wanita, lalu untuk apa
           Allah mengaruniai wanita dengan sepasang payudara?  Bukankah sudah begitu banyak
           penelitian yang menyebutkan manfaat Air Susu Ibu (ASI) bagi si bayi, bagi si ibu, dan
           juga bagi hubungan psikologis antara bayi dan ibunya. Tapi, dengan alasan ’kesetaraan
           gender’,  tugas  menyusui  bagi  wanita  itu  ditolak  dan  dinyatakan  sebagai  kewajiban
           bersama antara bapak dan ibu. Jika perlu, anak disusui dengan botol.

           Fenomena Barat dan Kristen

                   Di dalam buku berjudul  Pengantar Kajian Gender  terbitan PSW-UIN Syarif
           Hidayatullah Jakarta (2003) dikutip sejumlah definisi gender:
                   ”Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu
                   konsep  kultural  yang  berupaya  membuat  perbedaan  (distinctition)  dalam  hal
                   peran,  perilaku,  mentalitas,  dan  karakteristik  emosional  antara  laki-laki  dan
                   perempuan yang berkembang di dalam masyarakat. Ini senada dengan apa yang
                   diungkapkan oleh Hillary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex and Gender:
                   An Introduction sebagaimana dikutip Nasaruddin Umar (1999), gender adalah







                                                                                       443
   450   451   452   453   454   455   456   457   458   459   460