Page 11 - e-modul SKI kelas VIII
P. 11
Bangsa-bangsa non-Arab mulai menuntut hak-haknya yang tidak
mereka dapatkan saat Daulah Umawiyah berkuasa. Daulah Abbasiyah
berusaha memenuhi tuntutan mereka karena bangsa non-Arab punya
peran penting dalam berdirinya Daulah ini. Hal ini memunculkan rasa
kebangsaan dan kesukuan yang kuat. Negara-negara kecil yang
didasarkan pada kesukuan pun mulai bermunculan. Bangsa Turki yang
punya kekuatan besar mulai ditunjuk sebagai gubernur di daerah-daerah
jauh. Mereka memerintah sesuka hati dan memilih pejabat dari golongan
mereka sendiri. Pajak dinaikkan untuk menguntungkan diri sendiri,
gubernur, dan khalifah. Rakyat semakin menderita. Pada masa ini,
kekuasaan politik Abbasiyah semakin melemah. Wilayah-wilayah
kekuasaannya terpisah-pisah. Pemberontakan Zanj pada tahun 255 H
menjadi tanda utama kehancuran Abbasiyah. Pasukan pemberontak
sangat kuat dan berhasil meretakkan kekuasaan pusat. Daerah Afrika
Utara sudah lama melepaskan diri. Daerah-daerah lain juga mengikuti
jejak tersebut dan membentuk pemerintahan sendiri. Banyak tokoh
memanfaatkan lemahnya khalifah untuk mendirikan negara independen.
Negara-negara baru itu didukung oleh orang-orang miskin yang sulit
mendapat pekerjaan (Ibnu Rusydi, 2023: 55).
Daulah Abbasiyah tidak berhasil menyatukan umat Islam dalam satu
pemerintahan. Fanatisme suku semakin kuat dan mempercepat
perpecahan. Namun, kekhalifahan Abbasiyah masih dihormati sebagai
pemimpin agama Islam. Khilafah tetap dianggap penting untuk menjaga
persatuan umat Islam secara spiritual. Negara-negara yang sudah
merdeka secara politik, tetap menjalin hubungan keagamaan dengan
khalifah. Mereka tidak ingin memutuskan ikatan keislaman, meskipun
tidak lagi tunduk secara pemerintahan.
3. Fase Ketiga Daulah Abbasiyah
Masa ini disebut pengaruh Persia kedua (334 - 447 H), karena Dinasti
Buwaihi (Syiah) dari Persia menguasai Baghdad dan pemerintahan