Page 113 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 APRIL 2020
P. 113

tenaga kerja baru menjadi tenaga kerja siap pakai.

               Kedua, para pencari kerja, atau sebut saja penganggur, adalah angkatan kerja yang
               belum produktif alias belum berpendapatan. Artinya, segmen ini belum mampu
               memenuhi segala kebutuhannya sendiri. Ini adalah asumsi saat kondisi normal,
               sebelum ada tekanan ekonomi dari wabah virus corona atau Covid-19. Dengan kata
               lain, tekanan ekonomi akibat wabah corona akan semakin mempersulit kondisi
               mereka. Kesempatan mereka untuk mendapatkan pekerjaan atau berusaha akan
               mengecil karena situasi ekonomi sedang memburuk.

               Lalu tiba-tiba pemerintah memberikan kartu yang saldonya bukan untuk memenuhi
               kebutuhan pokok mereka, tapi justru untuk membeli konten-konten yang
               sebenarnya bisa mereka cari sendiri di Google atau YouTube. Bukankah ini akan
               membuat sakit hati? Ada saldo dan perut lapar, tapi tak bisa untuk membeli beras
               dan lauk. Memang ada insentif Rp 600 ribu per bulan untuk beberapa bulan dalam
               program ini, tapi diberikan melalui platform teknologi finansial yang terlibat. Selain
               itu, dana tersebut baru bisa didapatkan setelah membelanjakan dana Rp 1 juta
               untuk video dan materi pelatihan yang disediakan start-up yang terlibat.

               Pendeknya, Kartu Pra-Kerja adalah nama lain dari "proyek membeli produk" start-up
               yang berkolaborasi dengan banyak lembaga pelatihan seharga Rp 1 juta atas nama
               5,6 juta pencari kerja atau total senilai Rp 5,6 triliun, tanpa tender pula, pada saat
               lapangan kerja menipis dan badai pemutusan hubungan kerja menghantui.
               Hasilnya, dana yang semestinya bisa digunakan untuk makan dan menyambung
               hidup 5,6 juta orang dari angkatan kerja yang belum bekerja itu berpindah begitu
               saja lebih dulu ke saku start-up dan lembaga pelatihan, lalu baru pencari kerja bisa
               mendapatkan insentif lainnya. Kalau tidak, tahun depan nama para pencari kerja itu
               akan dicoret.

               Ketiga, dana yang dikeluarkan nyaris tidak ada velocity-nya, tidak produktif untuk
               produk domestik bruto (PDB) nasional karena tak benar-benar masuk ke sektor riil,
               tak menghasilkan produk atau komoditas apa apa pun secara riil, yang melibatkan
               banyak tenaga kerja baru. Hal ini berbeda dengan membeli beras 1 kilogram untuk
               satu orang, misalnya. Kalau 5,6 juta orang membeli beras, akan ada 5,6 juta
               kilogram beras yang terserap.

               Bayangkan berapa besar dampak bergandanya. Orang membeli beras ke pedagang
               yang membelinya dari grosir beras. Grosir beras pun mengambilnya dari pedagang
               yang membeli langsung ke petani. Kemudian petani membayarkan sebagian
               pendapatannya untuk membeli kebutuhan hidup, sebagian lagi untuk membeli benih
               dan pupuk ke koperasi. Dari koperasi, uangnya bisa masuk ke bank lagi atau
               dipinjamkan lagi ke anggota koperasi dan terus berputar lagi. Setiap titik transaksi
               tersebut akan dihitung sebagai PDB. Maka, membeli beras akan membantu jauh
               lebih banyak pihak dibandingkan dengan membayar konten-konten pelatihan yang
               kurang kontekstual untuk kebutuhan keadaan saat ini.






                                                      Page 112 of 273.
   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118