Page 61 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 JUNI 2019
P. 61
Sidarta menilai UU ini memang masih memiliki kelemahan. Namun setidaknya
sejumlah pasal melindungi pekerja yang posisinya rentan, lebih-lebih bagi pekerja
yang tidak ada serikatnya.
Permintaan revisi UUK tersebut mencuat sejak 2006 terjadi hampir sepanjang waktu
hingga sekarang yang selalu mendapat penolakan dari kalangan pekerja/buruh,
karena serikat pekerja/serikat buruh tidak dilibatkan secara serius untuk
menggunakan hak kontitusinya dalam menentukan arah dan kebijakan terkait
ketenagakerjaan. Misalnya, kata dia, saat menetapkan PP 78/2015 Tentang
Pengupahan dan Permenaker 15/2018 Tentang Upah Minimum.
"Padahal ada lembaga kerja sama (LKS) tripartit daerah maupun nasional sebagai
forum komunikasi dan konsultasi untuk memberikan pertimbangan, saran dan
pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan
pemecahan masalah ketenagakerjaan," katanya.
Masalah ketenagakerjaan terakhir dibahas melalui Rembug Tripartit Regional di Bali
pada tanggal 8-10 Oktober tahun lalu. Tujuannya untuk memetakan permasalahan
implementasi regulasi ketenagakerjaan bidang hubungan industrial, khususnya yang
berkaitan dengan pola hubungan kerja dan perlindungan pekerja/buruh terhadap
bentuk-bentuk pekerjaan baru, evaluasi kebijakan pengupahan, kompensasi akibat
PHK dan perluasan program jaminan sosial untuk perlindungan pekerja/buruh yang
ter-PHK di "Era Ekonomi Digital".
Setelah itu dilanjutkan dengan Rembug Tripartit Nasional di Jakarta 11-12
Desember 2018. Namun Sidarta menilai pembahasan ini tidak terlihat serius dan
mendalam.
"Dilihat dari tema bahasan undang-undang ketenagakerjaan tersebut terlihat jelas
akan dibuat fleksibel sebagaimana disampaikan Menteri Tenaga Kerja. Jika ini
benar, posisi pekerja/buruh akan semakin rentan," jelas Sidarta.
Page 60 of 105.