Page 65 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 11 AGUSTUS 2020
P. 65
Derita pekerja seni tidak hanya dirasakan Cak Lupus. Tak sedikit juga pekerja seni tradisional di
Surabaya yang meradang. Unek-unek itu disampaikan kepada Cak Lupus. Pasalnya, dia
merupakan ketua Paguyuban Seniman Seniwati Tradisi Surabaya (Pasi). "Saya meminta mereka
bersabar," ucapnya.
Lantas, apa permintaan seniman tradisional? Menurut Lupus, yang sangat dibutuhkan adalah
kepastian. Kepastian mereka bisa kembali bekerja. Kembali manggung di depan ratusan orang.
"Kami rindu menghibur warga. Kami rindu berkreasi," jelasnya.
Selain itu, sebagai seniman, dia sejatinya malu meminta-minta. Enggan berharap orang
memberikan bantuan. Ada satu prinsip hidup yang dia pegang teguh. "Seniman punya karya.
Kami ingin karya kami mendapatkan apresiasi warga," tegasnya.
Impitan ekonomi juga dirasakan seniman lain. Yaitu, Lies Damayanti. Sejak lulus SMP,
perempuan 36 tahun itu berpeluh keringat. Mencari rezeki. Untuk menghidupi keluarganya. Lies
merupakan penyanyi. Dia sering manggung pada acara pernikahan. Tak jarang, ibu satu anak
itu juga tampil sebagai biduan salah satu orkes ternama.
Kegigihannya dalam berusaha terus terasah. Tiga tahun lalu dia mendirikan usaha lain. Yaitu,
membuka usaha rias pengantin. Dari dua usaha tersebut, Lies mampu menjaga dapur rumah
tangganya tetap mengepul.
Namun, penghasilan perempuan asli Surabaya itu seketika rontok saat korona mengganas. "Dulu
pengeluaran saya tiap bulan untuk mencukupi usaha rias pernikahan dan pegawai Rp 21 juta.
Sekarang saya pangkas," terangnya kemarin.
Terakhir, Februari lalu Lies manggung. Kegiatan tersebut berlangsung di Sidoarjo. Selepas itu,
seluruh agenda show dibatalkan. "Saya sudah dikontrak nyanyi di 48 titik pun terpaksa cancel,"
jelasnya.
Setali tiga uang dengan kondisi usaha rias pengantin miliknya. Selama korona, acara resepsi
pernikahan tidak diperbolehkan karena memicu kerumunan. Alhasil, Lies untuk sementara waktu
terpaksa banting setir. Mencari lahan pangan lain. Yakni, menggeluti bisnis kesehatan.
Dia membuat masker dan hand sanitizer. Produksinya melimpah. Namun, di tengah jalan,
kendala menghampiri. Sebab, dia harus mengurus izin pemasaran produknya. "Terpaksa tidak
saya lanjutkan," ujarnya.
Bisnis kedua adalah di bidang kuliner. Lies merogoh uang tabungannya yang menipis. Dia
membuat kedai minuman. Lokasinya di rumahnya. Kedai itu terus berjalan. Pendapatanya
lumayan untuk bertahan hidup. "Saya tidak malu berjualan. Daripada tidak bisa hidup," tegasnya.
Dia berharap pemkot segera turun tangan. Memberikan kebijakan bagi pekerja seni.
Permintaannya tak rumit. Pemkot kembali membuka event pernikahan serta show. "Kami siap
menerapkan protokol kesehatan," jelasnya.
Perjuangan Cak Lupus dan Lies belum berakhir. Sebab, pemkot masih tidak mengizinkan
kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah besar. Namun, keduanya tetap berjuang. Cak
Lupus menjelaskan, Surabaya itu tercipta dari keberanian, semangat, serta pantang menyerah.
"Kami harus meneladani itu," tuturnya.
Saksikan video menarik berikut ini: Editor : Dhimas Ginanjar Reporter : .
64