Page 272 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 272
Misalnya, Pasal 59 dan Pasal 65 RUU Cipta Kerja tentang ketentuan pekerja kontrak (perjanjian
kerja untuk waktu tertentu) dan pekerja alih daya (outsourcing). Pasal 59 UU Nomor 13 tentang
Ketenagakerjaan yang diadopsi dalam RUU Cipta Kerja itu hanya mengatur batas waktu
penyelesaian pekerja kontrak diatur "dalam waktu yang tidak terlalu lama". Dalam UU
Ketenagakerjaan disebutkan, pekerja hanya boleh dikontrak paling lama tiga tahun (dua tahun
dengan perpanjangan satu tahun).
Kini, batasan waktu itu tidak diatur dalam RUU Cipta Kerja. Ketentuan lebih lanjut mengenai
jangka waktu dan batas waktu kontrak serta jenis dan sifat pekerjaan yang bisa dikontrak diatur
dengan peraturan pemerintah (PP). "Ini menyebabkan pengusaha dapat leluasa menafsirkan
frasa 'tidak terlalu lama' yang berakibat pada semakin minimnya kepastian kerja bagi buruh.
Peluang menjadi pekerja tetap minim," kata Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh
Indonesia Timboel Siregar, Selasa (6/10/2020).
Selama ini, lanjut Timboel, penyusunan rancangan PP dibahas secara sepihak dan tertutup oleh
kementerian/lem-baga teknis. Ini berbeda dengan RUU yang dibahas bersama DPR dan bisa
dikawal oleh masyarakat.
Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja DPR, Hendrawan Supratikno, berpendapat,
ketentuan mengenai pekerja kontrak dan alih daya, sebagaimana ketentuan lainnya yang alot,
dilempar ke PP karena tarik-menarik kepentingan dalam pembahasan bersama pemerintah.
Sementara itu, Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi beralasan,
durasi kerja kontrak tidak perlu diatur lagi, berhubung aspek keamanan dan perlindungan
bekerja untuk buruh kontrak akan diatur lewat pemberian kompensasi terhadap pekerja yang
kontraknya selesai. Hal ini ditentang anggota Panja DPR, Obon Tabrani, yang menyatakan,
kepastian kerja dinilai lebih penting untuk buruh dibandingkan dengan pemberian kompensasi
tanpa batasan masa kontrak yang jelas.
Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia Ju-misih mengatakan, "cek kosong" lewat
PP itu memberikan ketidakpastian kerja bagi buruh. "Bisa dibayangkan bagaimana nasib pekerja
akibat RUU Cipta Kerja kali ini. Semakin banyak buruh terancam terus-menerus menjadi buruh
kontrak atau outsourcing tanpa batas. Padahal, harapan untuk kepastian kerja itu adalah
harapan mereka untuk hidup dan menafkahi keluarga," katanya.
(AGNES THEODORA)
271