Page 23 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 JANUARI 2020
P. 23
Ketenagakerjaan dari berbagai elemen, saat itu status Jakarta dinyatakan Siaga
Satu dan pada tanggal 3 Mei 2006 pagar gerbang utama gedung DPR/MPR RI
bobol/roboh oleh dorongan peserta demonstrasi.
Pada periode 2009-2014 dan periode 2014-2019 perintah kembali dan terus
mengupayakan merevisi UU Ketenagakerjaan. Sebaliknya pihak buruh/pekerja juga
terus melakukan "perlawanan" dan penolakan atas upaya pemerintah melakukan
revisi UU Ketenagakerjaan tersebut. "Perlawanan" dan penolakan dari berbagai
elemen buruh/pekerja terhadap revisi UU Ketenagakerjaan selama 3 (tiga) periode
kepemimpinan nasional tersebut didasarkan atas semangat revisi UU
Ketenagakerjaan yang diupayakan pemerintah terbaca dengan jelas untuk
mengakomodir kepentingan sepihak pengusaha dan memperlemah posisi
buruh/pekerja. Dari berbagai pernyataan pihak pemerintah dan juga dari draf (awal)
revisi UU Ketenagakerjaan yang beredar, jelas bahwa revisi UU Ketenagakerjaan
semangatnya adalah mereduksi upah minimum, mereduksi hak pesangon, dan
fleksibilitas pasar kerja (outsourcing & PKWT diperluas).
Saat ini pemerintahan periode 2019-2024 kembali mengupayakan revisi UU
Ketenagakerjaan melalui paket Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Merujuk dari
berbagai pernyataan wakil pemerintah, dalih dan semangat dalam memasukkan
aturan ketenagakerjaan (revisi UU Ketenagakerjaan) dalam Omnibus Law juga
relatif sama dengan dalih dan semangat pemerintah pada 3 (tiga) periode
sebelumnya. Dalihnya didasarkan pada kemudahan investasi dan lapangan
pekerjaan. Sedangkan semangat pengaturannya secara garis besar adalah
mereduksi upah minimum (jam kerja dan upah yang fleksibel), fleksibilitas pasar
kerja (outsourcing & PKWT diperluas), mudah mem-PHK (easy firing), mereduksi
hak pesangon, mempermudah pekerja asing, dan mereduksi sanksi.
Dengan melihat semangat pengaturan ketenagakerjaan dalam Omnibus Law yang
diusung pemerintah tersebut, maka dapat dikatakan bahwa ada upaya
memperlemah posisi buruh/pekerja melalui revisi UU Ketenagakerjaan dengan
mendompleng Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Oleh karena itu, sangat wajar
dan sudah seharusnya kaum buruh/pekerja kembali menggelorakan "perlawanan"
dan penolakan atas pelemahan posisi buruh/pekerja dalam Omnibus Law Cipta
Lapangan Kerja tersebut. Terlebih Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tersebut,
semangat pengaturannya bukan sekedar mereduksi upah minimum, mereduksi hak
pesangon, dan fleksibilitas pasar kerja (outsourcing & PKWT diperluas), namun lebih
parah lagi semangatnya juga mempermudah PHK (easy firing), mempermudah
pekerja asing, dan mereduksi sanksi.
Page 22 of 93.