Page 22 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 2 NOVEMBER 2021
P. 22
Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) yang berbunyi bahwa: "Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi".
Ini berarti keluarga, terutama orang tua harus melindungi anak mereka dan memenuhi semua
hak-hak dasar yang mereka perlukan seperti hak akan kebutuhan dasar, hak akan pendidikan,
hak untuk mengembangkan potensi, serta hak dasar lainnya. Bila terjadi suatu pelanggaran
terhadap hak-hak anak, negara berhak untuk memproses kasus pelanggaran tersebut sesuai
dengan undang-undang yang berlaku.
Pekerja anak sendiri merupakan satu dari banyaknya masalah sosial kompleks yang masih terjadi
dan merupakan bentuk dari eksploitasi terhadap kemanusiaan. Berdasarkan pengertian dari ILO,
pekerja anak adalah pekerjaan yang merampas masa kanak-kanak, potensi dan martabat anak-
anak, dan yang berbahaya bagi perkembangan fisik dan mental.
Fenomena pekerja anak pada umumnya didukung oleh rendahnya tingkat kesejahteraan sosial,
kemiskinan, kurangnya pendidikan. Serta lemahnya peraturan mengenai larangan eksploitasi
anak. Masalah pekerja anak merupakan suatu hal yang serius dan perlu perhatian dan
penanganan khusus dari semua pihak, baik keluarga, masyarakat, organisasi, instansi, maupun
pemerintah.
Fenomena pekerja anak juga telah menjadi salah satu tujuan dari SDGs (Sustainable
Development Goals), tepatnya pada tujuan 8,7. Dalam poin ini, SDGs menenkankan pada
pengambilan upaya cepat dan efektif dalam memberantas kerja paksa, mengkahiri perbudakan
modem dan perdagangan manusia serta menjamin pelarangan dan penghapusan bentuk
terburuk tenaga kerja anak, termasuk perekrutan dan penggunaan tentara anak, dan pada 2025
mengakhiri segala bentuk tenaga kerja anak.
Di samping itu juga, Konvensi ILO No 138 tentang Usia Minimum, dan Konvensi ILO No 182
tentang Bentuk Terburuk Pekerja Anak serta Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai
Hak-Hak Anak telah menekankan, bahwa penghapusan pekerja anak merupakan bagian dari hak
asasi manusia (HAM) dan penghapusan pekerja anak bersifat universal dan fundamental.
Berdasarkan Undangun-dangNo20/1999tentang Ratifikasi Konvensi ILO No 138/ 1973 mengenai
Batas Usia Minimum Diperbolehkan Bekerja, disebutkan bahwa: “Sesuai” dengan ketentuan
Pasal 2 ayat (1) Konvensi, Indonesia melampirkan pernyataan (Declaration) yang menetapkan
bahwa batas usia minimum untuk diperbolehkan bekerjayangdiberlakukan di wilayah Republik
Indonesia adalah 15 (lima belas) tahun.
"Akan tetapi pada pelaksanaannya, kondisi pekerja anak di lndonesia masih sangat
memprihatinkan, hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan pekerja anak selama dua tahun
terakhir pada kelompok umur 10-12 tahun dan 13-14 tahun. Menurut data Sakemas (Survei
Angkatan Kerja Nasional) pada Agustus 2020, terdapat *9,34% atau 3,36 juta anak usia 10-17
tahan yang 1 bekerja yang mana 1,17juta merupakan pekerja anak.
Untuk dapat mengakhiri segala bentuk dari pekerja anak, selain fokus ke upaya mitigasi untuk
mencegah munculnya pekerja anak, diperlukan juga upaya penyelesaian akhir. Hukum memang
memegang peran sebagai salah satu pilar utama dalam menyelesaikan suatu permasalahan dan
menertibkan masyarakatakan tetapi.bila kita lihat dalam jangka panjang, hal ini masih belum
cukup.
Apa yang harus kita lakukan bukan hanya menetapkan peraturan dan kebijakan mengenai
pekerja anak dan kemudian lepas tangan begitu permasalahan ini selesai. Tapi, juga dengan
menyediakan kebijakan ataupun program yang dapat membantu mantan pekerja anak untuk
21