Page 49 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 SEPTEMBER 2021
P. 49

Ringkasan

              Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebut, program jaminan kehilangan pekerjaan
              (JKP) dapat dimulai awal tahun 2022. Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia
              (OPSI) Timboel Siregar mengatakan, secara prinsip JKP merupakan program yang baik, dimana
              3 manfaat di JKP sangat dibutuhkan oleh pekerja yang terPHK.



              SYARAT KEPESERTAAN JAMINAN SOSIAL JKP BERPOTENSI BATASI PENERIMA
              MANFAAT

              Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebut, program jaminan kehilangan pekerjaan
              (JKP) dapat dimulai awal tahun 2022.

              Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan,
              secara prinsip JKP merupakan program yang baik, dimana 3 manfaat di JKP sangat dibutuhkan
              oleh pekerja yang terPHK.

              Namun  dengan  pembatasan  kepesertaan  dan  pembatasan  mendapatkan  manfaat  menjadi
              masalah bagi pekerja penerima upah (PPU) yang mengalami PHK.

              "Sebagai usulan, sebelum pelaksanaan JKP di Februari 2022 nanti sebaiknya Pemrintah merevisi
              PP no. 37 Tahun 2021 dengan tidak mensyaratkan kepesertaan JKP harus mengikuti 5 Program
              yaitu JKN, JKK, JKm, JHT dan JP sementara usaha kecil-mikro yaitu JKN, JKK, JKm, dan JHT.
              Faktanya  masih  banyak  perusahaan  yang  tidak  disiplin  mendaftarkan  pekerjanya  ke  seluruh
              program jaminan sosial yaitu JKN, JKK, JKm, JHT dan JP," jelas Timboel kepada Kontan.co.id,
              Selasa (14/9).

              Lebih lanjut, mengenai syarat mendapatkan manfaat JKP, Timboel menyarankan sebaiknya PP
              No.  37  dapat  membuka  ruang  bagi  pekerja  kontrak  (PKWT)  dan  mengundurkan  diri
              mendapatkan JKP.

              "Bahwa  PP  37  tidak  memberikan  manfaat  JKP  kepada  pekerja  kontrak  yang  jatuh  tempo
              kontraknya, mengundurkan diri, meninggal dunia, pensiun dan cacat total," imbuhnya.

              Untuk  permulaan  saat  ini  pemerintah  diminta  melakukan  transparansi  proses  konsolidasi
              pendataan kepesertaan JKP seperti amanat PP No. 37 Tahun 2021, yaitu konsolidasi data di BPJS
              Ketenagakerjaan  dan  BPJS  Kesehatan.  Dengan  persyaratan  dibeleid  tersebut,  yaitu  harus
              mengikuti seluruh program jaminan sosial bagi pekerja perusahaan besar dan kecil dan harus
              mengikuti  4  program  untuk  pekerja  sektor  mikro  kecil,  maka  diperkirakan  akan  ada  banyak
              pekerja yang tidak menjadi peserta JKP.

              Timboel menyebut, jumlah peserta PPU di program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan
              Kematian (JKm) mencapai 20 juta sementara di program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),
              Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) sekitar 16 juta lebih. Maka ada selisih jumlah
              kepesertaan, sehingga berpotensi kepesertaan JKP tidak sebesar jumlah peserta JKK dan JKm.

              "Saya berharap Pemerintah cq. Kemnaker beserta BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
              bersama-sama  melakukan  penegakkan  hukum  sehingga  peserta  JKP  minimal  bisa  sebanyak
              peserta JKK dan JKm," ujarnya.

              Selain  itu,  Kemnaker  dan  BPJS  Ketenagakerjaan  harus  mempublikasi  dan  menginformasikan
              kepada seluruh peserta BPJS Ketenagakerjaan, siapa saja yang menjadi peserta JKP dan siapa




                                                           48
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54